Contoh cerpen fiksi "Aku yang Baper Dia yang Minder"

 #cerpen

“Sudah berhasil belum?”

Sebuah notifikasi pesan di kotak masuk akun facebookku. Setelah setahun lebih menonaktifkannya, tiba-tiba saja aku iseng ingin membukanya lagi. Iseng saja, tidak ingin melakukan yang lebih, seperti menyapa teman atau menulis status.

Tertanggal 2 September 2021, baru saja beberapa hari lalu, ialah Farhan mantan pacarku dulu yang mengirim pesan tersebut. Eh tunggu, bukan mantan pacar, mantan teman dekat lebih tepatnya. Teman rasa pacar, hehe.

“Berhasil apa dulu nih?” aku pun iseng membalasnya. Tak disangka dia juga sedang online.

“Berhasil penghasilannya? Alhamdulillah semua lancar, aku punya cukup banyak penghasilan saat ini”

“Bukan itu maksudku, berhasil punya anak atau belum?”

“Haha, belum” Jawabku singkat.

Kami sudah tidak pernah berkomunikasi lagi sejak 6 tahun pernikahanku. Setelah menikah, aku pindah mengikuti suami ke kota asalnya. 

BACA JUGA :

Memang kami belum dikaruniai buah hati sampai saat ini. Tapi aku sangat bahagia hidup dengannya. Hingga hampir melupakan temanku yang satu ini mengingat dulu aku sangat menyukainya.

Farhan adalah laki-laki yang tampannya di atas rata-rata dibanding dengan laki-laki yang ada di desa kami. Kulitnya kuning langsat, hidungnya yang mancung mirip keturunan orang Timur Tengah.

Kedekatan kami bermula saat aku sering berbalas komentar dan pesan di facebook. Hingga akhirnya saling bertukar nomor handphone dan saat itu tiada hari tanpa berbalas sms (jaman dulu belum ada whatsapp gaes).

“Kenapa belum? Buruan punya!”

“Kalo cuma nyuruh sih ya gampang, lah kamu aja belum nikah gitu. Sana cepet nikah”

“Ada yang aku suka, tapi aku gak yakin dia juga suka denganku”

“Ya ini penyakitmu dari dulu. Jangan pernah beranggapan cewek lain tidak menyukaimu kalau kamu belum pernah menyatakan perasaan terlebih dahulu”

Begitulah Farhan. Sejak kami dekat belum pernah sekali pun dia mengutarakan perasaannya, meski pada saat itu kami sama-sama tahu bahwa kami saling menyukai. Sedangkan aku juga menaruh gengsi bahwa hal yang memalukan bila perempuan mengutarakan cintanya terlebih dulu.

Hampir 3 tahun menjalani hubungan yang cukup dekat. Beberapa kali kami mencuri kesempatan untuk bisa pergi bersama. Karena akan mustahil bagiku mendapat izin dari bapak.

 Beliau sangat tegas dan berwatak keras. Prinsip beliau adalah lebih baik si laki-laki datang ke rumah daripada aku diajak pergi.

Masih sangat kuingat kala itu tepat tahun baru 2013 bertepatan dengan libur semester ganjil. Berangkat dari Surabaya dengan naik bus, kami sudah janjian akan bertemu di salah satu pantai di kota Tuban. Lalu aku akan nebeng motornya dan ikut pulang ke desa.

Bila bapak nanti bertanya, tentu saja aku sudah menyiapkan jawaban yang cemerlang. Akan kujawab bahwa sedang ada wisata dengan teman-teman kampus dari Surabaya, dan tidak sengaja bertemu dengannya yang juga sedang berwisata. Jadi lebih baik aku nebeng agar bisa ikut pulang. Cerdik bukan? Hehe.

BACA JUGA :

Ide ini pun berhasil. Aku pulang dengan perasaan berbunga-bunga. Seharian menghabiskan waktu dengannya. Ya meski dia ramai-ramai datang dengan teman-temannya, tak apalah.

“Kalau kamu sudah punya inceran, cepet diajak nikah, jangan diem aja, nanti keburu diambil laki-laki lain. Jangan suka PHP in perasaan cewek, lama-lama aku keplak (pukul) nih orang”

“Wiiiiisss, kog jadi galak kamu”

“Laki-laki sepertimu emang harus digalakin biar sadar”

Obrolan chat facebook kami tak terasa terus berlanjut. Ada sedikit rasa rindu di sana,namun sebisa mungkin kupadamkan, karena aku sangat mencintai priaku saat ini. 

“Gak inget apa kalau dulu kamu ngajak aku touring dengan teman-teman kuliahmu. Padahal waktu itu aku menahan malu berada di antara orang-orang yang berpendidikan tinggi”

“Nah kan, mending buruan kamu hilangin deh rasa rendah dirimu satu ini”

Aku masih bersikukuh untuk terus membantahnya. Dibalik fisiknya yang rupawan, harusnya tak perlu lagi ada rasa minder. 

Tapi di samping itu, ternyata dia masih mengingat kejadian yang aku anggap spesial yang pernah kita lakukan bersama.

Saat itu, aku sedang ada acara reuni dengan keluarga besar organisasi kampus. Aku sangat sedih karena tidak memiliki kendaraan untuk datang ke lokasi yang sudah ditentukan. Dengan memberanikan diri, aku meminta izin kepada bapak agar bisa ke sana dengan diantar Farhan.

Suatu keajaiban ternyata bapak mengizinkan. Dalam hati bersorak gembira. Langsung kuhubungi Farhan agar segera menjemput.

Setibanya di lokasi, semua mata tertuju pada kami. Di kalangan para anggota organisasi, aku dikenal sebagai anggota yang aktif, slengean dan tentu saja jomblo. Haha

Mereka sontak terheran-heran terutama teman-teman perempuanku. Seketika diseret bajuku dan diinterogasi habis-habisan oleh mereka.

“Diam-diam pacarmu ganteng juga”. Aku tidak menjawab tidak dan juga tidak mengiyakan. Hanya senyum manis yang kupaksakan mengembang di wajah.

Ini salah satu momen terbaik bersamanya. Kami bersama-sama dengan yang lain pawai melewati dua kecamatan melalu jalan di atas bukit. Hati yang bahagia didukung penuh dengan pemandangan alam yang indah sepanjang desa Gunung Anyar hingga ke Kecamatan Kerek. 

Namun sayang, saat di lokasi berikutnya Farhan menolak untuk bermalam. Tapi baiklah, perjalanan dengannya tadi sudah lebih dari cukup.

BACA JUGA :

“Aku sering menyukai perempuan, tapi mereka tidak mau denganku”

“Anjir, lah dulu aku suka sama kamu, tapi kamu yang gak mau denganku. Padahal orang tuaku sangat tidak keberatan bila kita punya ikatan”

Oh no, obrolan kami semakin jauh.

“Aku tidah pernah mengira kalau kamu menyukaiku, karena aku tau diri aku gak berpendidikan tinggi”

“Please, jangan pernah menganggap status pendidikan adalah batasan suatu hubungan”

Sudah lama kami tak bersua, kupikir prinsipnya akan berubah, ternyata masih sama. Dulu diam-diam aku sangat memperjuangkannya.

 Bahkan salah satu kenalanku asal Malang, kutolak cintanya karena aku masih berharap pada Farhan.

Hubungan kami saat itu juga sudah diketahui ibu. Beliau pun sudah sering menyuruhku agar memberitahu Farhan untuk datang melamar.

Sebenarnya hubungan ini sangat direstui namun Farhan memiliki rasa rendah diri yang terlalu tinggi.

Momen terakhir bersamanya adalah saat aku ingin menghadiri resepsi pernikahan temanku. Sejak masih di Surabaya aku sudah menghubungi Farhan agar mau menemani ke acara tersebut. 

Namun nomor handphone Farhan tidak aktif. Hingga sesampainya di desa, Farhan masih tetap sulit dihubungi. 

Tak sengaja kami berpapasan di jalan, di sore hari sebelum aku berangkat ke acara. 

“Gimana, Dek, jadi pergi ke acara?”

“Aku udah mau berangkat sama bapak, tapi Cuma diantar. Pulangnya nebeng sama teman”

“Nanti aku jemput”

Seketika aku dibuat salah tingkah dengan pesan singkatnya. Tak hentinya aku tersenyum selama perjalanan menuju resepsi pernikahan.

Benar saja, dia datang menjemput. Aku omeli habis-habisan karena tidak membalas pesanku. Alasannya karena dia memang sengaja mematikan hapenya. Kutanya kembali kenapa tiba-tiba diaktifkan lagi. Jawaban yang tak terduga membuatku tersipu.

“Aku tadi lihat kamu di tokonya Bu Zainab, langsung kuaktifkan hapeku”

Aku senyum-senyum sendiri mengingat masa muda kami. Farhan memang sangat pintar membuat baper. Tapi hanya sebatas itu. 

BACA JUGA :

“Aku pikir dua tahun lebih bisa meyakinkanmu kala itu, ternyata itu hanya harapan kosong”

“Jujur, aku dulu memang memiliki perasaan kepadamu, Nia. Tapi rasa minderku lebih besar”

“Hilangkan mindermu mulai sekarang. Itu gak baik, kamu sudah berumur, menikahlah dan berbahagialah, karena saat ini pun aku sangat bahagia”

Gila, dua tahun lebih kami memiliki hubungan dekat, dan setelah enam tahun tidak berbicara, akhirnya kini dia mengakuinya.

Cinta memang sangat misterius. Terkadang itu hanya berisi harapan kosong di tangan orang yang salah, dan bisa menjadi sumber kebahagiaan di tangan orang yang tepat.

Mungkin aku dan Farhan memang tidak berjodoh. Tapi Tuhan ternyata memberiku pria yang seratus kali lipat lebih baik darinya. 

Entah setelah itu dia membalas chat lagi atau tidak. Karena aku kembali menonaktifkan akun facebookku. 

***

Cerita ini terinspirasi dari kisah pribadi seorang teman.

BACA JUGA : 

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama