Cerpen fiksi "Kartih"

Istriku yang lugu, bisa dikatakan sangat lugu. Itu karena ia terlahir dan besar di sebuah desa terpencil yang pada saat itu belum mengenal yang namanya hand phone.

Aku mengenalnya saat aku menjadi supir angkutan kota dan ia bekerja di rumah adikku sebagai pengasuh bayi.

Saat itu usianya lima belas tahun dan aku menaruh hati padanya, beruntung ia menerimaku sebagai kekasihnya ketika kumenembaknya.

Tiga tahun sudah hubunganku dengannya, rasanya aku harus segera melamar dan menikahinya. 

Pernikahan pun terjadi antara aku dan Kartih dan semua berbahagia.

Dia sering  memasak di dapur, niatnya untuk bisa belajar memasak perlu kuacungin jempol. Meski aku sering merasa mual dengan masakannya yang kebanyakkan monosodium glutamate alias MSG atau micin.

BACA JUGA : 

Suatu hari pernah kuprotes, "Bunda ... kalo masak sayur dan lauk, pake micinnya dikit aja ya ... gak baik lho. Itu kalo banyak-banyak bisa jadi penyakit."

"Udah dikit kok, Ayah," jawabnya dengan cemberut.

"Iya, dikitin lagi ya ...."

"Iya, iya."

Itu sebulan setelah menikah, hingga sekarang masakannya tetap dominan rasa micinnya. Kadang aku bikin sendiri, telur ceplok misalnya buat sarapan. Dari pada terus ribut soal micin, susah sekali rasanya aku harus menjelaskannya.

Pada suatu hari, ia mengeluh tentang tenggorokannya yang sakit. Berbagai ramuan herbal diminumnya. Dari perasan air katuk hingga obat pencegah panas dalam, yang dibeli di apotek.

Namun, ia semakin susah menelan makanan dan air sekali pun. Akhirnya kuajak ia berobat ke dokter, meski pun awalnya ia berkeras untuk kubawa ke dukun, karena ia tersugesti kalau penyakitnya itu adalah hasil dari penyakit kiriman dari seseorang yang membencinya.

Sesampai di ruang pemeriksaan dokter, aku disuruh menemaninya masuk. Dokter memeriksa tenggorokan istriku.

Ternyata istriku dikatakan amandel, ia dianjurkan untuk operasi. Ia tidak mau, takut katanya. Oleh dokter dianjurkan untuk mengurangi atau sebaiknya menghindari makanan dan minuman yang dingin-dingin, asam, pedas,  terutama makanan dan minuman yang menggunakan pemanis buatan dan  menggunakan micin.

Semenjak itu, ia menjadi sangat perduli dengan kesehatan dirinya dengan tidak memakai micin yang banyak.

---

Tahun lalu, Mall baru dibangun di daerahku. Pengunjung ramai berdatangan. Tak ketinggalan aku juga turut meramaikan juga, kuajak istriku serta. Sekali-kali mengajaknya jalan-jalan agar dia bahagia, bolehlah.

Sesampai di parkiran, Kartih turun dari boncengan. Aku melangkah dengan gagah, baju kaus putih dipadukan celana jeans biru langit dengan sneaker kesayangan membuat penampilanku terlihat keren. Pun Kartih, ia kupoles dengan dandanan kekinian. Blous dengan warna senada dipadu high heels, membuatnya sedikit berbeda.

"Pelan-pelan, Yah. Takut aku," celetuknya sembari merangkulku. Aku sedikit gerah, di sekeliling begitu ramai dengan cewek-cewek cantik dan cowok yang cool dengan pasangannya.

"Biasa aja, keles. Jangan bikin malu, ah," sahutku pelan sembari meregangkan rangkulannya.

"Yah, lantainya licin sekali. Aduh."

Ia berjalan terseok-seok, aku memegang tangan kanannya. Seolah aku menuntunnya dengan tetap tersenyum menebar pesona kepada semua pengunjung itu. Namun tiba-tiba Kartih berjalan dengan lancar tanpa memegang tanganku lagi, aku merasa berhasil membuatnya seperti wanita kekinian. 

"Yah, tunggu," pekiknya.

Aku menghentikan langkah, leher kuputar ke belakang. Netraku memastikan kalau itu Kartih sedang berjalan bertelanjang kaki dan  tangannya menenteng sepasang high heels yang dipakai tadi. 

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama