Kain Kasa Di Dalam Betis Bapak

Cerpen sedih bikin nangis tentang kehidupan. Aku masih ingat,  waktu itu aku masih kelas 3 SD, kami mendapat musibah, Bapak jadi korban tabrak lari ketika sedang mengais rejeki sebagai tukang becak. Emak sangat syok mendengar kabar tersebut, apalagi luka Bapak sangat parah, terutama kepala dan kaki kiri dan tangan kirinya.

Bapak koma selama satu minggu, dokter menyarankan agar kaki Bapak di amputasi, tapi Emak nggak mau, ia nggak bisa membayangkan bagaimana perasaan Bapak ketika sadar kakinya nggak ada. Di tambah lagi kami tak punya uang untuk biaya operasi.
Untuk biaya rumah sakit pun, Emak harus menguras celengannya yang nggak seberapa, anting dan kalungku pun terpaksa dilepas sama Emak untuk menutupi kekurangan (aku masih ingat waktu itu aku menangisi kalung dan anting-antingku yang diambil Emak, tapi hanya sebentar karena Emak berjanji akan membelinya lagi, entah kapan)


Setelah Bapak sadar, Bapak terpaksa dibawa pulang walau luka-lukanya masih parah.
Dokter pun tidak bisa menahan, ia berpesan agar bapak kontrol lagi untuk membuka gips-nya.
Setelah beberapa hari dirumah, luka Bapak membengkak, terutama pada bagian kaki yang di gips.
Setiap saat Bapak mengerang, bukan, bukan hanya mengerang, bahkan Bapak sering menjerit kesakitan.
Bapak tidak bisa apa-apa, jangankan untuk berdiri dan berjalan, duduk bersandarpun ia tak mampu, harus dibantu. Kencing dan buang air besar pun hanya bisa dilakukan di pembaringan.
Emak begitu telaten mengurusi Bapak sembari bekerja serabutan, jadi buruh cuci atau apa saja dia jalani.

Menjadi tulang punggung keluarga dengan 4 anak yang masih kecil-kecil bukanlah perkara mudah, sering kulihat Emak duduk melamun dan menyeka sudut matanya dengan ujung bajunya yang lusuh.
Pada suatu hari, ketika Bapak mengerang kesakitan sambil menceracau 'tidak kuat', Emak bergegas mengasah pisau dapur, aku yang waktu itu belum cukup memahami keadaan, hanya duduk di samping Bapak sambil mengelus tangannya, kalau ngelus kepala aku tak berani, karena di situ banyak sekali jahitan di kepalanya.

Setelah mengasah pisau, Emak mengiris gips yang membungkus tangan Bapak. Dengan hati-hati sekali Emak mengirisnya, sedikit demi sedikit, sesekali berhenti karena lelah.
Emak menghela nafas setelah gips berhasil di buka dengan pisau dapur, namun ia belum bisa bernafas lega, masih ada gips di kaki Bapak yang juga harus di irisnya.
Butuh waktu beberapa hari untuk membuka gips dengan pisau dapur.
Sampai suatu ketika Emak menjerit dan menangis histeris, aku lari tergopoh-gopoh karena kaget.
Kulihat Emak mengeluarkan sesuatu dari betis Bapak, sebuah kain bercampur darah dan nanah yang berbau busuk. Kain itu, kain yang sama persis seperti kain yang ada di kepala Bapak.
Terdapat dua gulung kain kasa di dalam betis yang berhasil Emak keluarkan. Meninggalkan luka yang menganga.
Dengan cekatan namun masih sambil menangis Emak membersihkan darah dan nanah dengan air hangat.

Emak sangat sabar dan telaten, sendirian ia merawat Bapak tanpa mengeluh. Setiap hari ia membersihkan luka itu dengan air hangat, ya, hanya air hangat, karena Emak nggak mampu membawanya berobat, sudah tidak ada lagi harta yang tersisa.
Makin hari luka Bapak makin sembuh, ia sudah bisa berjalan, walau pincang namun kami bersyukur, bayangkan andai waktu itu kaki Bapak jadi di amputasi.
Dan sampai saat ini yang masih jadi pertanyaan di benakku, apakah memasukkan kain kasa didalam betis itu salah satu cara pengobatan medis atau mall praktek atau suatu ketidak sengajaan ?????
********
Alfatihah buat kedua orang tuaku, orang-orang terhebatku.
BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama