Cerpen drama SANDIWARA

 #cerpen

Sore minggu kedua November.  Hujan Lebat. Daun terembesi bertebaran di pekarangan. Pucuk-pucuk palm putri dekat pagar pintu masuk meliuk-liuk.  Terpaan angin yang kencang menghasilkan butiran percikan air hujan.  Sundari Kasih bergeming.  Tak beranjak.  Ia seakan membiarkan dirinya dan hatinya menikmati suasana itu.  Suasana beku di tempat dia berteduh. 

Sundari Kasih, demikian namanya. Beranak dua. 

Ini adalah tahun ke empat di bulan November Sundari tak jua bisa melepaskan dirinya dari sandiwara yang tak jelas kapan berakhirnya, karena tak jelas sutradaranya dan tak jelas pula kesudahannya.

Empat tahun dalam kesedihan bukan waktu yang singkat. Empat tahun hidup bagai memegang bara api. Empat tahun duduk di kursi listrik. Empat tahun tidur di kasur berduri.

"Jika engkau tak sanggup bersuami aku lagi, tentukan sikapmu. Aku menurut apa maumu." Itulah yang dinyatakan Bondan Siswanto, lelaki pujaannya, lelaki yang telah menikahinya, lelaki yang telah memberinya dua bocah cantik, buah hatinya.

BACA JUGA : 

"Aku telah berkorban untukmu, mas. Aku tutupi pada keluargaku bahwa uang ayah yang kau pakai, tak jadi apa-apa. Jangankan untung, kembali pokok saja tidak. Kututupi kisah perhiasan ibuku yang kupinjam untuk menambah modal usahamu. Usahamu bangkrut. Sekarang, kau bilang kau harus pulang kampung untuk merawat orang tua tapi aku tahu, itu juga caramu untuk lari dari penagih utang. Sekarang, engkau minta izin aku untuk menikah lagi dengan janda kaya. Kau bilang, wanita ini mau menjadi isteri kedua dan bersedia membantu melunasi utang-utangmu. Kau bilang, itulah jalan keluar yang terbaik."

"Ya. Daripada aku di penjara karena tak bisa melunasi utang. Bukankah ini juga jalan baik  terhadap pertanyaan anak-anakmu, di mana papa?"

"Mas, itu anak kita."

"Ya, itu anak-anakku walaupun aku menikah lagi. Aku berjanji akan mengurusnya. Membiayai sekolahnya."

"Mas, aku tak sanggup diduakan. Cobalah cari usaha lain untuk melunasi utang-utang itu. Bukan dengan menikahi janda kaya."

"Usaha apa lagi? Hanya jual diri saja yang belum kulakukan. Lalu, apa salahnya dengan wanita itu? Dia juru selamat kita!"

Sundari Kasih mengalah. Ia membiarkan suaminya menikah dengan wanita lain. Janji ditepati. Tak ada lagi utang suaminya. Uang ayah Sundari sudah dikembalikan. Perhiasan ibunya yang digadai sudah ditebus. Tak ada lagi penagih utang yang kadang berteriak-teriak bagai kesurupan. Juga tak ada ketukan Bondan Siswanto, suami yang amat dicintainya itu memasuki pintu, mencium kening Sundari Kasih, mencium kedua buah hatinya.

Empat tahun Sundari Kasih menyimpan rahasia hidupnya kepada keluarga. Ia selalu mengatakan mas Bondan dapat pekerjaan bagus di Papua. Hanya bisa pulang 6 bulan sekali. Itupun hanya sehari, sebab dua hari lainnya dimanfaatkan untuk menjenguk orang tuanya yang sepuh di pulau berbeda.

"Mas Bondan hanya titip salam dan minta maaf tidak bisa sowan sama Bapak dan Ibu." Kata Sundari pada ayah dan ibunya. 

Ayah dan ibu Sundari tinggal di kota yang berbeda. Kedua buah hati Sundari yang sudah berusia 7 dan 9 tahun tinggal bersama kakek dan neneknya. 

"Ibumu kesepian, biarlah kedua anakmu tinggal bersama kami. Kasihan dia bila kau tinggal kerja. Kami tidak mau anakmu diasuh orang lain. " Begitulah kata ayah Sundari 2 tahun lalu, saat dua orang cucunya itu masih berusia 5 dan 7 tahun.

Sundari Kasih tidak keberatan apalagi anaknya yang paling bungsu sudah tidak perlu disapih lagi. Lebih dari itu, tugasnya sebagai karyawan di sebuah kantor pemerintahan tidak bisa ia tinggalkan karena dari gajih itulah ia bisa menghidupi diri dan kedua anaknya.

"Ya, sampaikan saja salam kami berdua. Mintalah Bondan agar mengambil cuti. Biar bisa bertemu Rina dan Ruly." kata ayah Sundari usai mendengar laporan Sundari bahwa Bondan tak sempat sowan karena hanya pulang sehari.

Setiap kali Sundari menemui ayah dan ibunya --- biasanya di akhir pekan --- setiap kali itu pula Sundari tersiksa karena harus berbohong. Bondan sudah memisahkan dirinya dan kedua anaknya dalam kehidupannya. Karena itu, Bondan tak pernah pulang. Bondan tidak di Papua. Terpisah di lain kota. Hanya 120 km. Sundari sudah 'mendelete' nama Bondan dalam daftar keluarga, walaupun tidak serta-merta di dalam jiwa.

BACA JUGA : 

Sundari Kasih tidak tahu, bahwa setiap kali ia datang bertemu ayah dan ibunya, setiap kali itu pula kedua orang itu menahan air matanya. Karena sesungguhnya, mereka berdua tahu, Bondan dan Sundari sudah tidak bersama. 

Suatu malam, 3 tahun lalu, Bondan sendiri yang datang menceritakannya dan meminta maaf tak bisa melanjutkan perkawinannya dengan Sundari dengan berbagai alasan dan alibi.

Sundari Kasih menakhiri sandiwara. Dia menatap langit. "Akankah ada cerita baru yang nyata, yang akan menghadirkan kebahagian Ya Allah, Yang Maha Berkuasa?"

Sundari menutup jendela agar angin menyergap tubuhnya. Diciumnya kedua buah hatinya. Hingga dinihari, matanya terpejam tapi jiwanya terjaga.

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama