cerpen dan novel Aku Seorang Asisten Rumah Tangga

#cerpen

By. April Membaraa 

Jam dinding menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Semua pekerjaan rumah sudah selesai. Sambil menunggu Dek Rico bangun, sejenak aku duduk selonjor di lantai sambil bermain handphone mendengarkan music dengan earphone. Ketika sedang asik bersantai, tiba-tiba saja aku dikagetkan oleh kepala muncul dari balik kaca ruang tamu.

"Mala, bukain pintu!" 

Aku bergegas membuka pintu yang ternyata Bu Irma, kakak majikanku. 

"Kemana aja sih? Dari tadi diketuk-ketuk pintu gak disahutin. Enak banget, ya. Jam segini kamu masih duduk manis santai." Sindirnya. 

Aku hanya menghela nafas. Memang aku tidak dengar sama sekali ketukan pintu, telingaku disumpel earphone. Setelah masuk, wanita ini langsung masuk ke dalam rumah. Seperti kerbau dicocok hidungnya, aku mengikuti kemana arah perginya. Sesekali dia tebarkan pandangan ke seluruh ruangan, kemudian menuju dapur melihat sekeliling dan membuka tutup saji di meja. Melihat makanan yang sudah tersedia, dia lumayan terkejut. 

"Kamu beli makanan?"

"Enggak, tadi pagi masak, Bu."

Kemudian berlalu ke belakang melihat kamar mandi yang bersih. Dari raut mukanya terlihat kaget, tapi dia sembunyikan, lagi-lagi melihat cucian sudah berjejer rapi di jemuran. Baju setrikaan kemarin juga sudah rapih tinggal dimasukkan ke dalam lemari.

"Rico belum bangun?"

"Belum, Bu."

"Jangan main handphone mulu, ya! Tar aku aduin ke Inge, loh."

"Bu Inge yang pesan boleh main handphone asal semua pekerjaan sudah kelar, aku juga sudah kelar semua Bu. Tinggal nunggu Dek Rico bangun." 

"Hihhh, dibilangin malah jawabannya rentetan kaya kereta!"

"Maaf, Bu." 

Bu Irma menilik kamar Rico. 

"Urus, dia kalau sudah bangun. Jangan dikasari ya, ponakanku. Mulai sekarang, aku yang akan meninjau semua pekerjaanmu ketika adikku tidak ada di rumah."

"Iya, Bu."

Itu adalah hari pertama dia mengecek pekerjaanku.

Namaku Mala, nama lengkap "Malarindu Kepadamu" usiaku 19 tahun. Walau umur segini, aku sudah tahu semua pekerjaan rumah tangga. Karena di kampung selalu membantu Mamak. Awalnya bingung karena waktu di kampung semua pekerjaan kulakukan dengan manual setelah bekerja di sini semua pekerjaan bisa menggunakan mesin, lumayan menghemat tenaga. 

Aku bekerja sebagai asisten rumah tangga di sini sudah hampir tiga bulan. Membantu keuangan orang tua yang buruh tani di kampung, adikku ada empat, semuanya masih sekolah jadi butuh biaya banyak. Asisten sebelumnya yang mengajarkan semua pekerjaan di sini. Dalam waktu singkat, aku bisa mengerjakan semua sesuai peraturan majikan.

BACA JUGA : 

Bu Inge adalah majikan yang sangat baik, selama bekerja aku tidak pernah diperlakukan kasar atau semena-mena.  Kerja belum lama, aku sudah dikasih kepercayaan. Inilah yang membuatku nyaman dan betah kerja di sini. Dibelikan ponsel juga agar mudah berkomunikasi dengan Bu Inge. Tapi, rasa nyaman mulai berkurang sejak Bu Irma hampir tiap hari datang ke sini hanya untuk mengecek dan mengatur pekerjaanku. Padahal selama ini Bu Inge tidak pernah komplain dengan pekerjaanku. Sebenarnya tidak masalah, hanya dia berlaku melebihi seorang majikan dan kadang perkataannya juga merendahkan. 

Kulihat dia duduk di kursi, lalu menyuruhku membuat teh dan membawakannya sarapan. Kulakukankan semua perintahnya. Ketika pulang, dia minta beberapa lauk pauk yang sudah kumasak.  Hampir setiap hari begini, wanita bertubuh sedang ini akan datang selepas Bu Inge dan suaminya berangkat kerja.

'Sabar-sabar.' Batinku.

Demi adik-adik dan kedua orang tuaku, aku harus bisa bertahan. Demi cita-cita membetulkan rumah agar lebih baik lagi dari yang sekarang masih gubuk sederhana. 

**************

Tidak terasa satu tahun sudah berjalan, tabunganku sudah lumayan sebagian selalu kukirim ke kampung. Tiba-tiba saja Bu Inge mengajakku berbicara sore ini setelah aku kelar memandikan Dek Rico.

"Mala, sini duduk sebentar. Aku ingin bicara sama kamu."

"Iya, Bu."

Hatiku berdebar kencang, biasanya kami mengobrol, tapi tidak dengan kondisi seperti ini empat mata dan membuatku takut walau setahuku, aku tidak berbuat salah. 

"Mala, jawab dengan jujur, ya."

"Iya, Bu."

"Apa benar selama ini Bu Irma sering ke sini jika say dan suami sudah berangkat kerja?"

Aku terdiam sejenak. Kemudian menjawab hanya dengan anggukan kepala.

"Kenapa kamu tidak bilang? Takut?" 

Lagi-lagi aku hanya menganggukan kepala. 

"Harusnya kamu kasih tahu, jangan disimpan sendiri."

"Katanya Ibu yang menyuruh Bu Irma untuk mengawasi saya. Dan ... Ibu kata siapa?"

"Ya, enggaklah.Ngapain? Saya kan sudah percaya sama kamu, ngapain nyuruh orang ngawasin pekerjaan. Banyak yang sudah ngadu ke saya, tetangga. Mungkin mereka kasihan ke kamu. Ya sudah nanti ibu yang bilang ke Mba Irma."

"Sudah, Bu. Jangan. Tidak apa. Saya juga tidak terganggu."

"Justru saya yang terganggu, karena dia jadi seenaknya ke rumahku. Mana dia hanya kakak ipar. Kalau kakak kandung si tidak apa. Jadi dia tidak sok majikan. Dia saja di rumah punya asisten. Dan saya tidak pernah turut campur urusan keluarganya. Di depan saya saja baik, di belakang ... beuhhh. Bikin merinding disco. Hadehhh, capek deh." 

Aku jadi tersenyum mendengar ucapan Bu Inge. Baru kali ini, beliau bicara banyak dan terkesan konyol karena biasanya beliau berwibawa dan sangat santun. 

Sejak pembicaraan hari itu, benar Bu Irma sudah tidak pernah main lagi ke rumah ini. Jika main hanya sebentar saja dengan suaminya itu pun hanya duduk-duduk. Aku terserah saja la. Yang penting adalah aku bekerja di dini sesuai peraturan majikan. 

Sekarang sudah hampir tujuh tahun aku bekerja. Usiaku kini sudah 26 tahun. Rumah di kampung sudah dibangun layak. Adik juga sudah ada yang bekerja sehingga bisa meringankan dan yang lain masih sekolah, kehidupan kami sudah cukup baik. Sudah saatnya aku memikirkan diri sendiri. 

Bu Inge sudah menganggap ku seperti keluarga sendiri, hampir tiap tahun ikut pulang ke kampung, mengantarku jika libur kemudian menginap sehari kemudian pulang lagi ke kota. Sekarang anak juga sudah dua, ada Rania adik Rico. Usia sudah dua tahun. 

Niatnya Bu Inge ingin mengenalkan aku dengan saudara jauhnya. Aku hanya tersipu malu mendengar perkataannya. Karena aku sadar, hanya anak kampung sedang keluarga Bu Inge sebagian besar adalah orang kaya. 

"Biarlah waktu yang akan menjawab siapa jodohku kelak. Semoga yang terbaik agama, akhlak dan bertanggung jawab dunia dan akhirat. Aamiin Allahumma aamiin." 

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama