Pasar Malam Di Tengah Hutan

#cerpen

Kisah nyata
Setelah menyelesaikan pekerjaanku sebagai pemborong bangunan dan sekaligus tukang, aku bermaksud untuk pulang sore itu. Sudah sekitar dua Minggu aku meninggalkan anak dan istri di rumah.
Tempat kerjaku lumayan jauh dari rumah. Aku tinggal di sebuah perkampungan yang terpencil dan jauh dari jalan raya. Untuk sampai ke kampungku, harus melewati sebuah hutan dan lembah yang lumayan terjal meskipun masih bisa dilewati oleh motor.


Foto oleh Rachel Claire dari Pexels

"Aku harus pulang sore ini juga supaya sampai di rumah sekitar jam 9 malam," gumamku.
Setelah berpamitan dengan teman-temanku di tempat kerja, aku langsung pulang dengan motorku. Rasanya sudah tidak sabar ingin bertemu dengan anak dan istriku di rumah.
Tiga jam perjalanan kulewati, hingga sampailah di perapapatan jalan menuju kampungku. Saat itu sekitar jam 8 malam. Dari perapatan jalan raya menuju rumahku itu sekitar satu jam perjalanan sudah sampai. Aku pun membawa motorku dengan sedikit kencang dan saat itu sedang gerimis.
Ketika melewati sebuah jalan yang di samping kiri dan kanannya hutan, aku kaget dan heran dengan sebuah suara musik dari jarak yang tak jauh dariku. Semakin aku berjalan dengan motorku, suara itu semakin jelas.

"Ada apa itu? Aneh sekali, masa di hutan ada yang hajatan?" gumamku heran sambil mengendarai motor.
Suara itu semakin jelas dan kulihat dari arah depan yang tak jauh dariku ada lampu yang terang. Aku semakin penasaran dan terus mengendarai motorku menuju tempat terang dan terdengar ramai itu.
Setelah sampai di tempat yang terang itu, aku kaget melihat sebuah pasar malam besar dan bagus berdiri di pinggir jalan menuju kampungku.
"Oh, ternyata disini ada pasar malam. Tumben pasar malam disini, biasanya di pinggir pantai atau di lapangan dekat pasar induk," gumamku.
Aku pun berhenti di depan pintu gerbang pasar malam itu melihat-lihat keadaan. Kulihat para pengunjung begitu ramai dan menikmati pasar malam itu. Para pedagang sibuk melayani pembeli. Mulai dari pedagang makanan sampai pedagang kaos, baju, aksesoris, perabotan rumah tangga sampai pedagang buah dan pekerja komedi putar pun terlihat sibuk, karena pengunjung begitu ramai.
Yang membuatku tambah heran, para pengunjung tidak ada yang keluar dari lokasi pasar malam itu.
"Wah, baru dua Minggu aku di kota, ternyata disini sudah maju dan sudah ada pasar malam." Kembali aku bergumam dalam hati.
Orang-orang terlihat begitu senang mengunjungi pasar malam itu. Aku perhatikan orang-orang di sekitar lokasi itu ternyata tak ada yang kukenal. Alunan musik dan suara pengunjung jelas kudengar. Pengunjung terdiri dari orang tua, para pemuda dan anak-anak terlihat jelas olehku. Mereka cuek terhadapku seolah sibuk dengan urusannya masing-masing.
"Darimana para pengunjung ini? Tidak ada yang berasal dari kampungku." Aku semakin heran dengan yang kulihat.
Aku menghampiri seorang Kakek-kakek yang tengah duduk di kursi bangku pinggir gerbang pasar malam itu. Ia terlihat santai duduk sambil menghisap rokok. Entah kenapa hatiku ingin menemuinya dan mengajaknya ngobrol.
"Kek, sejak kapan disini ada pasar malam?" tanyaku pada kakek tua itu.
Kakek tua hanya tersenyum dan menyuruhku duduk di sampingnya.
"Nak, kamu darimana?" tanya Kakek itu dengan ramah.
"Aku dari kampung Mend*** , tidak jauh dari sini," jawabku.
"Oh, iya saya tahu kampung itu. Disini sudah lama ada pasar malam Kok, Nak," ujarnya.
"Aku baru tahu, karena aku sudah dua Minggu kerja di kota." Aku berkata dengan sopan dan lembut.
"Pulang saja ke rumah. Jangan mampir disini, keburu tambah malam." Ia menyuruhku pulang.
Aku hanya mengangguk.
"Nak, jangan beli apapun disini. Jangan makan apapun di tempat ini walau ada yang ngasih gratis," sambungnya.
Karena aku menghargai orang tua dan takut kakek itu tersinggung, aku tidak berani menanyakan larangan itu.
Kulihat ada seorang pemuda yang tak kukenal menemuiku dan menawarkan minuman dalam gelas padaku. Aku menolaknya dengan sopan.
"Heh! Jangan ganggu dia," ucap Kakek yang duduk di sampingku pada pemuda itu.
Pemuda itu pergi dengan wajah sinis padaku.
"Nak, pulang sekarang," perintah kakek itu.
Tiba-tiba tubuhku terasa dingin dan kepalaku pusing.
"Aduh, badanku dingin dan kepala pusing. Mungkin aku kecapean ini," gumamku.
Aku pun segera pamit untuk meninggalkan tempat itu.
Kulihat Kakek itu tersenyum dan terus melihatku. Semakin lama senyumannya semakin membuatku ketakutan.
Aku segera pergi dengan mengendarai motorku. Aku heran dan terus bertanya dalam hati.
Sesampainya di rumah, istri dan anakku menyambutku dengan gembira. Aku yang kecapean dan sudah mengantuk tidak sempat menceritakan perihal pasar malam yang kulihat. Setelah Shalat Isha, aku langsung tertidur pulas.
Saat subuh, aku terbangun dari tidur dan kembali teringat dengan kejadian yang baru kulihat tadi malam.
"Mah, sudah dua Minggu ayah enggak pulang, ternyata sekarang sudah banyak perubahan. Hutan petey beulah sekarang sudah jadi pasar malam. Rame banget," ujarku pada istri.
"Maksud Ayah apa? Perasaan enggak ada pasar malam di daerah kita. Ayah becanda." Istriku kebingungan dengan ucapanku tadi.
"Benar, Mah. Ayah enggak becanda. Ayah lihat sendiri disana ada pasar malam yang ramai di datangi pengunjung. Ada lampu disko segala." Aku mencoba meyakinkan istriku atas ucapanku.
"Astagfirullah, mana mungkin disitu ada pasar malam. Ayah mimpi ya? Tadi habis Magrib mama lewat jalan situ sama Bapak. Ada-ada aja si Ayah." Istriku semakin bingung dan menggelengkan kepala.
"Masa iya, ayah mimpi. Itu jelas banget. Ayah enggak bohong," tegasku.
"Ya udah, nanti pagi kita ke sana. Kita lihat hutang itu." Istriku mengalah dan pergi ke dapur.
Saat pagi, aku kembali mendatangi lokasi yang semalam aku lihat seperti pasar malam yang ramai itu bersama istri.
Setelah sampai di lokasi yang dimaksud, aku kaget setengah mati. Ternyata di lokasi itu tidak ada apa-apa. Aku hanya melihat hutan dan lembah yang tidak terawat. Tidak kulihat pasar malam dan tidak kulihat bekas-bekasnya. Aku bingung dan terus mengingat-ingat kejadian semalam.
"Apa yang kulihat tadi malam? Jelas sekali aku melihat ada pasar malam yang ramai. Siapa Kakek tua yang menyuruhku pulang itu? Astagfirullah," gumamku kebingungan.
"Demi Allah, Mah! Semalam ayah liat disini ada pasar malam dan pengunjungnya sangat ramai," ucapku pada istri.
"Iya mama percaya. Sudah kita pulang aja. Istighfar, Yah." Istriku merangkulku dan menenangkan pikiranku yang kacau dan penasaran dengan yang kulihat semalam.
"Mahluk apa yang kulihat semalam? Dengan jelas aku melihatnya. Apakah yang kulihat bukan manusia? Astagfirullah, Astagfirullah." Aku terus bergumam dan beristighfar dalam hati.
Aku kembali pulang ke rumah dengan perasaan heran dan bingung dengan kejadian semalam.
Saat aku tanyakan pada seorang Ustadz. Ustadz itu menjelaskan bahwa yang aku lihat adalah tipu daya Jin. Aku bersyukur, karena aku tidak terbawa ke alamnya.
Apakah benar itu tipu daya Jin?
Wallahu alam.
BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

1 Komentar

  1. Kalo bacanya malem-malem, jadi tambah serem. Untung aku bacanya siang-siang.. mungkin kakek itu ngelihatnya kalu orang-orangnya itu jin . _ .

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama