BANGUN TIDUR ANAKKU HILANG

#cerpen

Aku membuka mata dan terbelalak melihat sinar matahari begitu terang menembus celah-celah jendela kamarku.
Gawat!!
Aku kesiangan!!
Biasanya aku bangun sebelum azan Subuh, menyiapkan sarapan dan mengantar Rena ke sekolah sebelum pukul tujuh.
Aku menoleh kanan kiri, Rena anakku semata wayang tak ada di tempat tidur. Mungkin dia pindah ke kamarnya sendiri. Biasanya jika suamiku bertugas keluar kota seperti sekarang, kami akan tidur satu kamar.

Kubuka pintu kamarnya, dia tidak ada. Kucari ke dapur, kamar mandi, ruang tengah, ruang tamu, kucari berulangkali hasilnya nihil.
Aku mengecek pintu utama, lalu pintu pagar besi.
Astaghfirullah. Dua-duanya hanya tertutup, tapi tak terkunci. Bagaimana bisa aku seceroboh ini? Pagar
besi rumahku lumayan berat, Rena tak bisa membukanya sendiri.
Rena masih lima tahun, bagaimana jika sesuatu terjadi padanya? Aku mulai berpikir yang tidak-tidak.
Aku benar-benar panik, tanganku gemetaran, air mataku tak bisa kubendung lagi.
Aku masuk rumah, memakai jilbab. Aku berlari-lari mengitari rumah, menyusuri tiap gang kecil di komplek perumahan.

Ini komplek perumahan baru, dan hanya beberapa unit rumah yang sudah dihuni dan sebagian masih dalam proses pembangunan.
Tetanggaku baru sedikit dan rata-rata orang sibuk, jarang dirumah. Pos security sudah dibangun, tapi petugasnya belum ada.
Kutanyakan pada pekerja proyek dan semua orang yang kutemui, tapi tak seorangpun melihat anak kecil berkeliaran. Aku semakin cemas.

Aku kembali ke rumah. Mengambil motor,dompet dan ponselku, lalu bergegas mencari keluar komplek.
Sudah setengah jam, anakku belum juga ketemu. Aku berhenti di sebuah taman. Tempat dimana keluarga kecil kami sering jalan-jalan sore. Taman ini hanya ramai di sore hari.
Aku menangis sesenggukan di bangku taman. Pikiranku kacau.
Ya Allah...
Tolong selamatkan anakku...


Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels

Entah siapa yang bisa menolongku. Kami orang perantauan, semua keluarga tinggal jauh diluar pulau.
Haruskah kutelepon suamiku? Dia dijadwalkan dinas keluar kota selama sebulan, dan baru dua hari yang lalu berangkat dari rumah.
Dia mungkin bisa langsung membeli tiket pesawat. Tapi bagaimana aku menjelaskan situasi ini padanya?
Kepalaku pusing, badanku terasa lemas. Aku mencoba menenangkan diri. Aku menghela napas, menyiapkan diri kalau suamiku akan marah besar padaku.
Aku mengambil ponselku di saku. Pantulan wajahku terlihat di layar ponsel. Loh, kok mukaku ber-make up? Dan baru kusadari, aku memakai gamis, bukan baju tidur.
Kunyalakan ponsel. Pukul 10.40 WIB. Aku terbengong, lalu menepuk jidat.
Aku ingat sekarang.
Aku bukannya bangun kesiangan. Subuh tadi aku sudah bangun, beraktivitas seperti biasa, bahkan sudah mengantar Rena ke sekolah.
Sepulang dari mengantar Rena, aku buka jilbab, lalu facebookan di tempat tidur. Rencananya aku hanya berbaring sebentar, tapi malah ketiduran sampai hampir jam sepuluh pagi.
Dasar b*go!!
Aku berlari ke toilet taman. Mengelap air mata dan ingus, sekalian berbenah diri. Lalu segera menjemput Rena. Lima belas menit lagi Rena pulang sekolah.
Disekolah ternyata Rena sudah menungguku. Entahlah, aku refleks menangis mendekap anakku itu. Rena nampak kebingungan.
" Mama ini kenapa sih? Dikit-dikit nangis. Dikit-dikit nangis. Nangis kok dikit-dikit." Katanya polos.
Aku tak peduli. Kuciumi dia sampai risih. Rasanya aku rindu sekali padanya. Aku bersyukur bisa bertemu dengan anakku lagi. Ingin sekali kugendong Rena dan kuangkat tinggi-tinggi.
Tanpa kusadari, beberapa ibu-ibu menghampiriku. Mereka juga sedang menjemput anak-anaknya.
" Loh, Mama Rena kenapa? Sini yuk, duduk dulu." Miss Irene, guru Rena mengajakku duduk di kursi lorong.
Mama Vira memberikan sebungkus tissue. "Nih Mom, lap air matanya."
Mama Indra menyerahkan sebotol air mineral. " Mama Rena minum dulu biar tenang."
"Thank you, Moms." Kataku.
Aku meneguk air itu karena memang aku haus.
" Rena ikut Miss Irene yuk ke kelas. Miss punya biskuit loh. Biar Mamanya tenang dulu, nanti baru sama Mama lagi." Rena menurut kata gurunya.
" Mama Rena mau jus? Nih, minum dulu biar seger. Udah, jangan nangis lagi, masalahnya apa? Coba cerita, siapa tau kita bisa bantu" Mama Zhafran ternyata membelikan jus jeruk untukku.
"Yang sabar ya Mama Rena, semua orang pasti punya cobaan hidup. Biarpun kita perempuan, kita harus kuat. Mama Rena mau coklat? Nih aku punya coklat, katanya coklat bisa bantu rileks." Mama Aini meletakkan sebatang Silverqueen ditanganku.
" Nggak papa kalo Mama Rena blom mau cerita. Semua cobaan pasti ada hikmahnya kok. Yakin aja sama Allah. Oiya, nih ada permen, oleh-oleh dari Jogja, liburan kemarin. Cobain nih, biar agak enakan. Nih, buat Rena juga." Mama Nurul memberiku beberapa bungkus permen cantik, lalu mengelus-elus punggungku.
Aku plonga-plongo.
Ya Allah...
Mereka baik sekali.
Tadinya setelah memeluk Rena aku ingin menyeka air mata dan tersenyum lebar. Tapi sekarang aku dilema gaess. Apa kulanjutkan aja nangisnya ya? Kali aja ada yang ngasih beras. Qiqiqi...
BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama