SUAMIKU PUBER KEDUA

#by: Ratna Dewi Lestari.

    Brakkkkk!

   Dinding batu itu sempat bergetar ketika pintu kamar ku banting sekuat tenaga. Sakit. Hatiku hancur untuk kedua kalinya. Tapi ini yang paling sakit.

   Untuk kedua kalinya Mas Tomo bermain api dengan wanita lain setelah duapuluh tujuh tahun pernikahan kami. 

   Sepuluh tahun yang lalu ia sempat menjalin kasih di belakangku dengan janda beranak satu yang anaknya sudah berusia remaja. Ia sempat meminta restu tetapi kutolak dengan tegas karena aku tak sudi dimadu.

     Aku meminta di ceraikan jika ia masih nekat menjalin kasih apalagi menikahi wanita itu. Mas Tomo akhirnya mengalah dan memilih kembali padaku. Ia pun memutuskan tali cinta dengan calon maduku.

    Saat itu anak pertamaku, Hamid baru berusia  lima belas tahun dan si bungsu Hafis sepuluh tahun. 

    Aku kira itulah kali pertama dan tak akan terulang kedua kalinya. Namun, semua jauh dari kenyataannya. Mas Tomo kembali menduakanku dan tanpa meminta restu ia menikah kembali dengan seorang janda beranak dua. 

    Aku Jamilah. Seorang istri yang hidupnya selalu tertindas. Sedari anak-anakku kecil, aku sudah terbiasa bekerja sebagai buruh cuci. 

    Semenjak menikah dengan Mas Tomo yang hanya seorang kuli, aku harus pandai mencari jalan rezeki lain untuk menambah pundi-pundi. 

POSTINGAN POPULER:

    Uang hasil kerjanya hanya mampu membiayai makan sehari-hari. Sedangkan anak-anak butuh jajan dan perlengkapan lain. Semua terbantu dari hasil pekerjaanku yang hanyalah buruh cuci.

    Mas Tomo adalah suami yang temperamental. Ia selalu mendominasi dalam keuangan keluarga. Hingga saat ini aku tak tau gajinya berapa. Ia hanya memberi jatah harian. Cukup tak cukup ya harus cukup. Sedangkan gajiku selalu ia yang pegang, karena aku dinilai boros dalam mengelola keuangan keluarga.

    Entahlah. Dan sampai saat inipun aku tak tau berapa tabunganku. Setiap ditanya ia selalu berdalih uang itu ada di Bank dan ia selalu punya alasan untuk tidak menjawab berapa nominalnya .

    Aku tak pernah membantah dan selalu menuruti kemauannya karena memang aku sangat mencintainya. 

   Mas Tomo memang tak tampan, tapi ia selalu pandai membuatku berada di awang-awang. Mulutnya manis,semanis madu. Namun, ternyata ia menyimpan racun. Racun cinta yang mematikan.

***

   "Mak, masih marah, ya? kan Bapak udah minta maaf, Mak?" lagi-lagi Mas Tomo berusaha merayuku. Sudah sebulan ini aku memang acuh kepadanya. Aku sungguh muak melihat semua tingkah lakunya.

    "Marah atau nggak, toh Bapak sudah ga perduli sama Mamak," jawabku ketus.

   "Mak, kan Mamak tau alasan Bapak kawin lagi itu apa? BapaK kepingin anak cewek, Mak," bujuknya lagi. Ia mendekat dan melingkarkan tangannya di pinggangku.

   "Huffffttttt," ku singkirkan tangan itu segera. Sesak rasa dadaku memikirkan pengkhianatannya. 

   "Dasar suami banyak maunya," sungutku.

   Brakkkkkk!

    Aku berlari keluar kamar. Air mataku tak terbendung. Salah apa aku, Tuhan?

    Berpuluh tahun aku hidup dalam kemelaratan. Punya suami malas kerja. Pelit dan juga doyan main perempuan . Padahal hampir setiap malam kupenuhi semua maunya. Ya, suamiku memang termasuk over dalam urusan ranjang. 

    Walau dalam keadaan letih dan anak sakit pun suamiku kadang tak perduli dan tetap meminta jatah. 

     Aku tak pernah menolak karena tau jika menolak akan terjadi perang, dan pasti aku yang mengalah karena keegoisannya.

     Kadang aku berpikir. Rumah tangga seperti apa yang aku jalani? aku merasa hanya seperti budak. Bukan istri apalagi orang yang dicintai. Kapan aku boleh bahagia?

     "Mak? Mamak bertengkar lagi sama Bapak?"  ucap anak pertamaku, Hamid yang baru saja pulang dari bekerja. Ia mendekatiku yang masih terisak di sudut ruangan tamu. Aku hanya mengangguk tanpa mengucap sepatah kata pun.

     "Sudahlah, Mak. Mamak dah tua. Umur sudah lima puluh tahun. Mamak jangan sedih lagi, nikmati hidupmu , Mak," tuturnya lembut seraya membelai tanganku.

     "Apa Mamak pantas, Nak?" jawabku putus asa.

     "Mamak pantas bahagia. Sudah cukup Mak, derita yang Mamak lalui selama ini. Bapak tak pantas untuk di cintai, biarkan dia pergi dengan wanita lain. Kita bisa bahagia tanpa Bapak harus di sini, Mak," Hamid menatapku dengan sendu. Bulir bening mulai jatuh di matanya yang sipit. 

     "Hamid sayang Mamak. Mak jangan kerja lagi, Hamid yang akan memenuhi semua kebutuhan Mak." Satu kecupan lembut mendarat di tangan kasarku.

    Ya Allah. Saking sakitnya hatiku, aku lupa jika punya anak yang masih butuh kehadiranku. Bahkan aku berniat untuk bunuh diri karena terlampau hancur. Nauzubillahiminzalik.

   "Maafkan Mamak , Nak," ucapku lembut. Semburat kebahagiaan mulai terpancar di wajah anakku .

   "Mak janji akan move on? Mak harus bahagia ya, Mak," lagi-lagi Hamid memberiku semangat.

   "Iya, Mak janji," jawabku pasti. Senyum terkembang manis sebagai tanda jika aku sudah sadar dari semua kekeliruanku .

    Benar kata anakku . Aku harus bahagia. Aku tak mau terkungkung dalam kesedihan. Mulai saat ini aku tak mau memikirkannya lagi. Sudah cukup pedihku selama ini.

***

     Semenjak saat itu, aku benar-benar sudah berubah. Tak lagi bersedih. Mas Tomo ada atau tidak tak jadi soal. Hidupku kini lebih bahagia. Jalan-jalan, makan-makan dengan teman dan saudara.

    Mas Tomo pun nampaknya kini mulai kelimpungan karena uang kerjaku tak pernah lagi kuserahkan .Aku tetap bekerja walaupun Hamid melarang. Uang makan hari-hari semua di tanggung Hamid dan Hafis. Beruntung kedua anakku sudah bekerja semua.

     Ia mulai luntang-lantung tak karuan. Ku dengar dari keluarganya pun jika istri barunya sangat cerewet dan banyak maunya. Mas Tomo tak hentinya memuji diriku di hadapan keluarganya. Membandingkan sikapku yang penurut dan tak banyak menuntut .

      Apa berpengaruh untukku? tidak. Cinta itu sudah rapuh. Aku tak ingin sakit untuk kesekian kalinya lagi. Biarkan ia pergi dengan cintanya yang baru. Dan aku? biarkan aku bahagia dengan hidupku yang baru, tanpa kamu.

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama