Oleh-Oleh Dalam Kardus

#cerpen

"Ade sedang apa bawa tas besar dan kardus kosong itu?"

"Sedang latihan buat mudik besok Bu,"

Seketika hatiku terasa tersayat pisau, perih dan sakit.

Mengingat tahun ini sepertinya kami tak bisa mudik lagi.

"Bu ayo kita mudik, teman-temanku udah pada mudik semua. Kita kapan berangkatnya Bu,"

"Iya, sabar ya sayang. Ayah sedang mencari uang untuk ongkos kita mudik,"

Anakku Ahmad ingin sekali mudik, ia selalu bilang rindu akan Nenek dan Kakeknya.

Orang tua ku sudah meninggal. Kini hanya tersisa  orang tua dari suamiku. Aku tau suamiku tentunya tersiksa oleh rindu ingin bertemu orang tuanya. Namun ongkos mudik yang begitu mahal membuat kami menyerah sebelum berperang.

"Bang, ini dompetnya ketinggalan,"

Suamiku berlalu begitu saja, sepertinya ia sedang terburu-buru.

Hari itu aku berniat mengantar dompet ketempat kerjanya. Namun ternyata suamiku sudah lama tak bekerja di pabrik itu.

POSTINGAN POPULER:

Ku ikuti kemana dia pergi, ternyata dia kini menjadi kurir pengantar makanan. Hancur seketika hatiku, mengingat jihad yang dilakukan suamiku untuk menafkahi keluarganya.

"Permisi Bu, ini pesanan makanannya,"

"Bisa temani saya makan siang?"

"Maaf Bu saya sedang puasa,"

"Saya dulu pernah berpuasa, saat lebaran saya masak banyak sekali makanan kesukaan anak saya. Namun setiap tahun saya menunggunya pulang, mereka tak kunjung pulang. Padahal Ibu sangat rindu pada mereka. Jika Ibu bisa memilih, Ibu tak ingin memiliki rasa rindu ini. Karena kerinduan ini sangat menyiksa Ibu. Kini, ibu putuskan untuk tak berpuasa dan berlebaran lagi. Untuk apa puasa dan merayakan hari raya, jika pada akhirnya hanya kesendirian yang selalu menemani hari-hari Ibu.

Ibu hanya ingin berpesan, tengoklah orang tuamu selagi masih ada. Jika mereka sudah tiada baru kau akan menyesal."

Ku lihat mata suamiku berkaca-kaca. Pada akhirnya, cairan bening itupun menetes dipelipis matanya.

Aku yang mendengar dari kejauhan juga tak bisa menahan air mata ini untuk turun.

Aku baru menyadari, ternyata setiap tahun kami selalu menyiksa orang tua dengan kerinduan. Ya Allah, maafkan kami atas ke tidak berdayaan ini.

Ku seka air mata ini dan Akupun segera pulang sebelum suamiku sampai rumah duluan.

**

"Dek, siap-siap ya, besok kita mudik,"

"Asik, mau ketemu Nenek sama Kakek ... "

Aku hanya tersenyum pilu. Aku tau uang Bang Rendi tak akan cukup untuk kita mudik ke palembang. Hidup merantau di Jakarta sangatlah keras. Benar kata pepatah mengatakan, kalau  Ibu kota lebih kejam dari pada Ibu tiri.

"Bang, Kamu ada uang untuk kita mudik? Belum kita beli oleh-oleh untuk orang tuamu itu?"

"Tenang saja sayang. Abang sudah dapat THR dari pabrik kok. Insya Allah uangnya cukup untuk ongkos kita mudik. Kalau oleh-oleh, alahamdulillah Abang dapat bingkisan dari pabrik, lumayan dapat dua kardus besar untuk kita bawa besok saat mudik,"

Aku tau Bang Rendi sedang berbohong. Namun aku tak tau dari mana ia mendapatkan uang untuk mudik itu. Dan apa benar isi dalam kardus itu oleh-oleh untuk kuta bawa mudik?

Aku semakin penasaran. Saat semuanya telah tidur, ku buka kardus itu untuk mengetahui apa isi didalamnya.

**

POSTINGAN POPULER:

"Ayah, Kardus ini isinya berat sekali. Pasti banyak ya isinya?"

"Iya sayang, sini kalau berat biar Ayah yang bawakan,"

"Tak usah Yah, aku udah latihan kok buat bawa kardus ini setiap hari, aku kuat kok,"

Dalam perjalanan menuju terminal, Terlihat Bang Rendi seperti kebingungan. Tak ada satupun mobil yang dapat kita tumpangi menuju kepelabuhan merak.

"Ren! Mau kemana kau?"

"Eh, Andi! Aku mau mudik. Kau mau kemana?"

"Samalah kalau begitu, Ayo bareng aku saja. Mobilku kosong. Aku sendri pergi mudiknya. Anak Istriku sudah disana duluan,"

"Apa tak merepotkan?"

"Tidaklah Ren! Kita kan satu kampung. Bangaimana mungkin aku merasa direpotkan olehmu,"

Akhirnya kamipun menumpang mobil pribadi teman satu kampung Bang Rendi.

"Wah, Banyak sekali bingkisan yang kau bawa mudik Ren, pasti isinya makanan enak semua ya. Beruntunglah orang tua kau mempunyai anak seperti kau itu"

"Eh, hmm iya Ndi, alhamdulillah."

Bang Rendi terlihat gugup menjawab pertanyaan temannya itu.

**

"Mak! Bapak! Rendi pulang!"

Baru saja turun mobil Bang Rendi langsung berlari menemui Orang tuanya.

"Ya Allah anakku ... ! Akhirnya kau pulang juga Nak! Mak Bapak Rindu!"

Haru biru yang terjadi di moment ini tak dapat di ucapkan dengan kata-kata. malam takbiran ini menjadi saksi anak manusua yang saling merindu.

"Cucu Nenek! Sini sayang. Sini Nenek bantu bawain kardusnya. Berat ya? Pasti ini buat Nenek kan?" ucap Emak dengan senyuman khasnya.

"Iya, Ini oleh-oleh untuk Nenek sama Kakek,"

Bang Rendi terlihat salah tingkah.

"Ayo Nek kita buka sama-sama oleh-olehnya,"

"Eh, besok aja ya nak, sekarang kita istirahat dulu. Besok baru kita buka kardusnya bersama-sama,"

"Gak mau ah yah, sekarang aja,"

Kami semua masuk kedalam rumah, Anakku segera mengajak Neneknya membuka oleh-oleh yang di bawanya. Kardus sudah telanjur di buka. Tiba-tiba Bang Rendi bersimpuh di kaki Ibunya

"Mak, maafkan Rendi Mak tak bisa membawa apa-apa, sebenarnya isi didalam kardus itu adalah ... " ucapan Bang Rendi terhenti.

"Nih, banyak kan Nek isinya,"

"Wah, iya banyak. pantas saja berat ya. Cucu Nenek hebat. Kuat bawa kardus berat ini 

"Tak mungkin!" ucap Bang Rendi lirih.

"Tadi kamu mau bilang apa Ren?"

"Eh, ga jadi Mak!"

Pasti Bang Rendi terlihat bingung, karena isi didalam kardus itu sudah berubah menjadi kue lebaran yang sangat banyak.

Istri mana yang tega melihat suami pulang ke kampung halaman dengan membawa oleh-oleh batu bata di dalam kardus.

Malam itu segera ku ganti semua isi di dalam kardus itu dengan beragam aneka kue lebaran.

Ku belanja ke alfa terdekat untuk membeli semua kue-kue itu. Hansil dari uang gajiku sebagai kuli cuci bulan ini ku ambil terlebih dulu sebelum waktunya. Untuk urusan besok, biarlah Allah yang mengaturnya. Yang terpenting kini harga diri suamiku terlebih dulu yang harus ku lindungi di depan keluarganya.

"Subhanallah, semoga saja ini bukan mimpi. Siapa yang menukar isi dalam kardus itu ya? Pasti ini ulah bidadari surgaku ini yah!"

Bang Rendi berbisik ditelingaku. Sepertinya ia sudah tau akan perbuatanku itu. Kami berdua saling pandang dan tertawa bersama.

Timit

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama