#Cerpen
By: Lena Srgh
Hari ini genap satu tahun Mila istriku, meninggalkan kami selamanya. Rasanya hati ini tetap gamang dan hampa tiada terperih, penyesalanku tiada berarti dan selalu menyalahkan diri sendiri.
"Bang hari ini pernikahan kita yang kelima tahun, aku ingin kita hidup mandiri dan terpisah dari orang tuamu. Walaupun kita ngontrak di rumah sederhana", ucap Mila pagi ini.
"Bapak dan ibu pasti gak memperbolehkan kita pindah dek, kamu kan tau sendiri kita udah sering membicarakan masalah ini sama bapak dan ibu".
" Tapi sampai kapan Bang? "
"Sementara Faiz udah semakin besar, keluargaku juga jadi enggan berkunjung kesini".
"Yaa... sampai Bapak dan ibu mengijinkan kita pindah dari rumah ini".
Semenjak perbincangan itu Mila tidak pernah lagi mengajakku pindah dari rumah ibu. Dan aku bekerja seperti biasa berangkat pagi dan pulang saat hari sudah malam, begitu juga dengan Mila beraktivitas seperti biasa. Aku pikir semuanya baik-baik saja.
Namaku Rama, aku anak sulung dari tiga bersaudara. Adikku yang nomor dua Sari, dia sudah berkeluarga dan memiliki dua orang anak, tapi masih sering minta bantuan dan adikku yang ketiga Reno masih kuliah di tingkat tiga.
Aku asisten manager disalah satu perusahaan kontraktor terbesar di kotaku.
Aku menikah dengan Mila selama lima tahun dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang tampan dan cerdas Faiz berusia empat tahun.
Bukannya aku tak mau menuruti keinginan istriku untuk mandiri dan bukan pula aku tidak mampu membeli sebuah rumah untuk keluarga kecilku.
Tapi ibu selalu mengancam, jika kami pindah ibu tidak akan memaafkan aku jika terjadi apa-apa dengan ibu, karena sudah tiga tahun ini ibu mengidap penyakit jantung.
Sementara bapak semenjak kecelakaan tujuh tahun yang lalu saat pulang kerja, sudah tidak bisa mencari nafkah lagi.
Selama ini akulah yang menjadi tulang punggung keluarga, sekaligus membiayai kuliah Reno adikku.
Ibu selalu mengungkit akan bakti ku kepada orang tua yang sudah membesarkan dan menguliahkan ku hingga seperti sekarang ini
*****
Hari ini aku libur kerja dan tidak memiliki kegiatan di luar, sementara istriku sedang berada di toko bunganya, aku melihat buku dan album photo berserakan di nakas.Saat aku merapikan tak sengaja aku menemukan buku diary, entah kapan istri ku mulai suka menulis di sebuah buku.
Mas Rama, hari ini adalah ulang tahun pernikahan kita yang kelima tahun, sungguh aku pengin sekali kita hidup mandiri walaupun ngontrak di rumah sederhana. Terpisah dari kedua orang tua mu, tapi sepertinya keinginan itu harus kukubur dalam-dalam .
Tidak taukah kau suamiku betapa menderitanya aku selama lima tahun ini.
Bagaimana perlakuan ibu dan adikmu Sari kepadaku juga kepada Faiz anak kita
Sungguh aku tidak berarti di rumah ini, aku tak ubahnya seperti seorang pembantu, bahkan uang belanja bulanan pun kamu berikan kepada ibumu dan beliau juga yang mengatur keuangan di rumah ini. Aku tau gajimu lumayan besar suamiku, tapi tak sedikitpun aku bisa menikmatinya. Ibu selalu mengeluh tentang pengeluaran yang besar dan selalu menyindirku sebagai parasit yang menumpang hidup denganmu, karena aku tidak berpenghasilan.
Bagaimana uang bulanan yang kamu berikan tidak cukup, jika Sari adikmu yang sudah bersuami dan memiliki dua orang anak masih menumpang hidup di rumah ini. Makan dan kebutuhan sehari- hari masih saja ngambil dari rumah ini padahal mereka sudah memiliki rumah sendiri. Sebenarnya disini siapa yang parasit ? Bukankah aku tanggung jawabmu wahai suamiku, demikian juga Sari dan kedua anaknya adalah tanggung jawab suaminya.
Dulu saat kamu meminangku, aku adalah perempuan yang berpenghasilan, tapi kamu memintaku untuk berhenti kerja saat anak kita lahir. Sungguh aku tersiksa dengan keadaan ini, tapi aku berusaha menyembunyikannya di hadapanmu.
Mas Rama suamiku, mulai hari ini aku gak akan memintamu lagi untuk pindah dari rumah ini, karena aku tak mau menjadi beban pikiranmu dan menghalangi baktimu kepada kedua orang tuamu. Bukankah surga di telapak kaki ibu. Kamu selalu mengatakan semuanya baik- baik saja, padahal kamu tidak tau sesungguhnya seperti apa. Mereka bisa bersikap manis didepan kamu saja, tapi disaat kamu sedang bekerja mereka selalu berkata kasar dan bersikap tidak adil sama Faiz.
Untungnya saat ini kamu mengijinkan aku membuka usaha toko bunga, setelah sekian lama aku membujukmu agar mau menyewakan sebuah ruko. Paling tidak aku aku sedikit terhibur dan keluar dari tekanan di rumah.
Alhamdulillah dalam enam bulan ini, usahaku maju dan sudah mempekerjakan dua orang karyawan.
Mas Rama suamiku terima kasih atas cinta dan kasih sayangmu selama ini.
Aku menarik nafas sebentar dan menghembuskannya dengan kasar, benarkah selama ini keluargaku memperlakukan buruk Mila dan Faiz. Sungguh aku terlalu sibuk dengan pekerjaan dan aku pikir semuanya baik-baik saja, karena ibu selalu baik sama Sari dan Faiz saat aku sedang di rumah ternyata istri dan anakku tersiksa, sungguh aku seorang suami yang dzolim.
Aku kembali merunut waktu kebelakang, bagaimana belakangan ini Mila tidak mau lagi makan bersama. Disaat aku dan Faiz mengajaknya makan dia selalu menolak dengan alasan sudah makan di toko dan masih kenyang. Ibu selalu bilang " biar ajalah, toh kalo Mila lapar pasti makan", kamu jangan terlalu memanjakan istrimu Rama", ucap ibu saat makan malam bersama.
Faiz juga pernah bilang kalo kamu sering batuk dan setiap kutanyakan serta mengajakmu periksa ke dokter alasanmu kamu tidak apa-apa.
Hanya alergi dengan bunga di toko. Kamu menjadi lebih pendiam dan badanmu semakin kurus, aku tidak terlalu memikirkannya karena aku pikir semuanya baik-baik saja dan aku terlalu egois sibuk bekerja demi sebuah karir yang lebih cemerlang.
Maafkan aku Mila, aku janji akan membahagiakanmu dan anak kita Faiz.
*****
Hingga hari ini, aku bergegas pulang lebih awal dari biasanya. Dengan semangat aku menuju rumah disaat hujan lebat. Sesampainya di rumah aku memanggil namamu dan mencarimu di kamar, tapi kata ibu kamu udah berangkat ke toko satu jam yang lalu karena ada calon pengantin yang akan memakai jasamu.
Segera aku menyusul ke toko dan tidak lupa aku mengajak Faiz, walaupun ibu melarang karena hujan lebat. Aku sudah tidak sabar memberikan kejutan ini untukmu. Sungguh aku ingin mewujudkan impianmu selama ini untuk tinggal di rumah sendiri.
Aku baru saja dipromosikan menjadi manager dan perusahaan memberikan aku bonus dengan jumlah yang lumayan besar, atas kemenangan tender yang aku tangani.
Aku ingin mengajakmu untuk memilih rumah impianmu. Rumah impian kita.
Sesampai di toko aku menanyakan keberadaan mu pada Desi salah satu karyawan mu .
" Ibu ada Des?"
" Ada pak, ibu di ruangannya katanya gak ingin diganggu, padahal sewaktu datang tadi ibu dalam keadaan basah kuyup, hanya minta dibuatkan teh hangat dan sudah satu jam ibu di dalam".
"Ohh... ya udah, biar kami ke ruangan ibu. Terima kasih ya Des", ucapku tak sabar.
Kugendong Faiz keruanganmu.
Kulihat kamu meletakkan kepala di atas meja dengan tangan tertumpu, bajumu masih basah.
" Sayang, ucapku membangunkanmu kuambil dari dalam tas surat promosi jabatanku, aku ingin memberikan kejutan ini, tapi kamu tetap diam saja.
Ku pegang pundakmu tapi kamu bergeming, kulihat bibirmu membiru dan tubuhmu dingin.
Dengan panik kupanggil Desy untuk segera membuka pintu mobil dan segera membopongmu.
Faiz kutitip ke Desy dan menyuruh nya untuk menghubungi ibu di rumah.
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit aku terus istighfar dan berdoa memohon kepada Allah agar aku diberi kesempatan untuk membahagiakanmu.
Untuk membuatmu tersenyum dan menjadi wanitaku yang penuh canda seperti saat pertama kali kita menikah.
Sesampainya di rumah sakit, aku segera membawamu ke ruang UGD, dan aku sangat terguncang saat dokter mengatakan kalo semuanya sudah terlambat.
Kamu meninggal karena Hipotermia ( penurunan suhu tubuh secara drastis) diperparah karena kondisi fisik yang lemah.
Sungguh hatiku hancur dan tubuhku lunglai ke lantai saat dokter mengatakannya.
Maafkan aku istriku, aku tidak bisa membahagiakanmu, bahkan disaat terakhir hidupmu.
Aku ingin memberikan kejutan, tapi malah sebaliknya aku harus kehilanganmu.
Tamat