#cerpen
Kenalkan namaku Encum Merry Cum, wanita berusia 47 tahun, memiliki satu suami dan dua orang putra. Aku adalah wanita sukses, selain jadi istri dan ibu, aku juga menjadi Juragan kontrakan.
Gak banyak sih kontrakannya, cuma punya 125 pintu ukuran rumah kos, 10 rumah kontrakan lantai satu, 5 rumah berlantai dua, tiga kamar apartemen, belum lagi di kampung suami, Encum punya sawah serebu hektar, dan ... semua disewakan/dikontrakkan.
Bisa dihitung berapa penghasilan bulanan dan tahunannya. Untuk rumah kos, aku pasang tarif 700.000/bulan sudah termasuk air dan listrik. Untuk rumah kontrakan 1.500.000/bulan, air listrik bayar sendiri. Untuk rumah berlantai dua, bayarnya tahunan, setahun 28.000.000, untuk apartemen sewanya 5.000.000 per bulan dan sawah setahun 5.000.000 per hektare. Banyak kan?
Pekerjaanku sehari-hari hanya masak untuk keluarga dan berkeliling meninjau kontrakan. Mereka ada yang bayar tunai dan ada yang transfer. Karena repotnya pekerjaanku sebagai juragan kontrakan, aku memperkerjakan sekretaris, asisten, tukang mayungin kalau aku kepanasan dan mijitin saat aku pegal dan penat, namanya Surti, perawan berumur 30 tahun yang setia mendampingi saat aku melakukan kunjungan ke para kontraktor/pengontrak.
Bang Jaja suamiku lebih banyak di rumah, bagian ngitung duit dan ngelempengin duit yang lecek, kadang kalo duitnya kotor, dicuci sama bang Jaja.
Hari ini aku akan keliling, aku berniat menagih kontrakan, ada 15 orang yang sudah transfer, selebihnya pura-pura lupa tanggal.
Surti mengikuti dari belakang, dipegangnya payung untuk melindungi kepalaku. Di bahunya tergantung botol air minum, jika aku haus aku tinggal diberi air minum, dan terselip di pinggang Surti sebuah kipas lipat, jika aku kegerahan, dia rela mengipasi aku. Dia juga membawa tas selempang besar berisi buku catatan tagihan kontrakan.
"Surtiiiii ...!" panggilku.
"Ya, Juragan cantik." sahutnya. Aku memang ingin dipanggil juragan cantik, sedang bang Jaja juragan tamvan.
"Haus!" Segera Surti mengambil botol minuman dan membantuku untuk minum, aku tinggal mangap, selesai deh, juragan mah bebas.
"Gerah, Surtiiiii ...!" Segera Surti mengipasi aku seperti sate, lumayan agak siliran. Surti terus mengipasi ku sampai aku bilang berhenti, kalau belum ada perintah berhenti, maka sampai seminggu dia akan mengipasi ku.
"Mau permen, Juragan Cantik?" tawar Surti padaku.
"Permen apa?"
"Ini permen Kismin," jawabku.
"Ogah!" sergahku.
"Enak Juragan Cantik, pedes-pedes manis." Surti mengeluarkan permen berwarna merah.
"Nama permennya Kismin, nanti saya jadi Kismin beneran, pahiiit tau! Gak mau saya!" Aku terus merasa gerah, Surti lebih kencang mengipasi ku.
"Sekarang mau nagih kontrakan sebelah mana, Juragan Cantik?" tanya asistenku yang mukanya mirip artis Korea, si Kajol.
"Sebelah Utara dulu, siapa aja?" tanyaku.
"Si Amang, Si Alan, Si Luman, Si Sirin, Si Katlah. Ada juga Pak Kayan, Pak Pakan, Pak Ketan. Terus ... mba Lasan, mba Risan, mba Kulan. Sama Mas Salah, Mas SiAda dan Mas Buloh.
"Ya sudah, kita tagih mereka, kebiasaan pura-pura lupa, ini udah tanggal 14, seharusnya mereka bayar tanggal 10, huh!"
Aku bangkit dan berjalan ke arah kontrakanku. Target pertama adalah si Amang, bujang lapuk yang jarang mandi, gak apa-apa lah irit air PAM.
"Amang ... Amang!" Kupanggil dia, yang mengetuk pintu si Surti aja.
Keluarlah si Amang, yang golongan manusia seperti kita juga.
"Ju-ju-ra-gannn ..." Dia gugup.
"Bayar! Cepaaat!" Aku menagihnya, ku ulurkan tangan tanda minta uang.
"Saya belum gajian, Juragan ... belum ada uang ..." Dia melemah suaranya.
"Alasan aja!" sergahku, dia gemeteran, rambutnya yang buluk ikut gemeteran.
"Benar Juragan yang Cantik."
"Heyy, kamu beraninya bilang saya cantik!" Aku emosi.
"Ma-maaf, Juragan ..." Dia tambah gugup.
"Coba bilang sekali lagi!"
"Apanya Juragan?" Dia bingung.
"Bilang saya Juragan Cantik Jelita di kampung Bojong Sari Rapet!" Kusuruh dia, supaya bilang seperti itu.
"Iya, Juragan Cantik Jelita di kampung Bojong Sari Rapet." Ahaaa ... dia nurut.
"Kapan mau bayarrrr?" Kutagih lagi.
"Seminggu lagi, Juragan," jawabnya dengan nada bergetar.
"Oooh." Aku suruh Surti mencatat tanggal pembayaran.
"Nih." Kusodorkan sejumlah uang kepada si Amang bujang buluk yang tampangnya dekil sepanjang masa.
"A-ap-pa ini, Juragan?" Dia gugup lagi.
"Nih, uang tiga ratus ribu, buat potong rambut, beli sikat gigi dan odol, dan kupon sembako, nanti sore ada pembagian sembako di rumah!" jelasku.
"Benarkah ini, Juragan?" Dia seakan tak percaya.
"Iya, saya sedekah sama kamu, doakan saya selalu sehat, ya," ujarku. Kemudian berlalu dari hadapan si Amang.
"Juragan, sekarang ke mba Lasan, ya," ucap Surti sambil mengecek pembayaran.
"Okelah kalo begitu!" Aku melangkah pasti, hari ini aku memakai gamis bling-bling merah, gelangku yang sepuluh buah aku pake semua, kalungku yang panjangnya seperut-pun mengundang decak kagum, liontinnya pun bergambar uang dollar $$, mantep kan.
Kuniatkan kepada mba Lasan untuk membantunya. Dia single parents anaknya tiga, kerjanya cuci gosok, dia kerja di tempatku, sudah tiga tahun kontrak rumah, sebulan pun belum pernah lunas membayar. Aku datang memberi kupon sembako dan uang satu juta rupiah.
"Juragan, bagaimana saya membalas kebaikan Juragan, saya malu belum bisa bayar kontrakan," ucap mba Lasan, memelas.
"Saya kesini gak nagih, saya hanya berkeliling mengecek siapa saja yang membutuhkan bantuan."
"Terimakasih Juragan, semoga berkah rejekinya," ucap mba Lasan ketika menerima uang dan kupon sembako.
Kemudian aku berkeliling lagi, ada yang memang sanggup bayar, aku terima, yang tidak sanggup, aku maklumi. Yang kesusahan, aku bantu. Total siang ini berkeliling mengeluarkan uang 15.000.000 untuk kubagikan.
"Juragan Cantik, bagaimana bisa dapat uang, jika Juragan banyak sedekahnya?" tanya Surti sang asisten.
"Sedekah itu gak bikin kita miskin, Surti ... lihat saya, walau saya terlihat sombong, sesungguhnya saya itu ..." Aku menghentikan ucapanku.
"Baik hati?" Surti melanjutkan.
"Iya, saya baik hati dan sombhuuuooong ammaaattt, haha." Kugemericikkan gelang-gelang di tangan kanan dan kiriku, gelang kaki juga ikut berbunyi, belum lagi senyumku yang menawan karena tiga gigi emasku. Dan kalung seperut yang berjumlah sepuluh kalung.
Surti pun melongo, karena jumlah kekayaanku yang melimpah. Dia tambah melongo, setelah aku beri gaji mingguan sebesar sepuluh juta rupiah, alhamdulillah ucapnya terdengar kala itu. Semoga cukup ya, Surti.
Siapa coba yang bisa mengalahkan Encum sang Juragan Kontrakan yang cantik, dermawan, baik hati, suka menolong, karena aku itu ... Juragan Kontrakan yang Kaya Amatttt. Setuju kan?
Dilarang ngiri yah, kalau nganan boleh.
Tamat