#fiksi
'BU PARAH. DIJUAL RUMAH BESERTA ISI DAN PENGHUNINYA, SnK BERLAKU! MINAT JAPRI SAJA!'
Begitu aku memosting sebuah iklan di group jual beli di wilayah Bekasi dan sekitarnya. Tak lupa kupajang pula poto-poto rumah tampak belakang, depan, samping dan juga seluruh isi di dalam ruangannya. Sungguh ini sangat terpaksa aku lakukan, semua demi ayah. Aku butuh uang cepat untuk biaya operasi gagal ginjal yang dialami oleh lelaki yang darahnya mengalir dalam tubuhku.
Kami hidup di rumah mewah ini hanya berdua. Ibu sudah lama meninggal sedang ayahku mulai tampak sakit-sakitan semenjak dua tahun kepergian ibu. Si Bibi sudah lama aku berhentikan karena kami sudah tak sanggup membayarnya. Perekonomian keluarga carut marut sepeninggal ibu. Ayah seperti orang yang tak bersemangat dalam menjalani hidup tanpa orang terkasihnya, meskipun masih ada aku di sisinya. Tanpa kutahu, perusahaan-perusahaan yang dulu ayah rintis bersama ibu telah dilelangnya, dan uang habis hanya untuk minum-minum dan mabuk-mabukan.
Kini, harta kami yang tersisa hanyalah tinggal satu rumah besar yang tengah kami tinggali saat ini. Dan di saat yang sama ayah divonis dokter mengalami gagal ginjal kronis.
Namaku Alena Saraswati, orang lebih sering memanggilku dengan sebutan Alen. Sebagai anak satu-satunya dalam keluarga tentu kedua orang tuaku yang memang sangat berkecukupan sangat memanjakan aku. Terlebih keduanya termasuk sangat terlambat dalam mendapatkanku dalam usia pernikahannya. Wajar jika mereka sangat memanjakan aku.
Karena diperlakukan istimewa itulah aku tumbuh menjadi sosok perempuan yang tak mengerti apa itu susahnya hidup. Tak tahu bagaimana sulitnya mencari uang ataupun bagaimana cara mengembangkan usaha dan mempertahankannya. Andai aku tahu dan mau tahu, tentu aku dulu bisa mengambil alih dalam kepengurusan perusahaan saat ayah stres akibat kepergian ibu. Walaupun aku sudah menamatkan pendidikan hingga di sebuah fakultas, namun sepertinya ilmu itu tak ada yang masuk di dalam otakku.
[Permisi, saya sangat berminat untuk membeli rumah Anda. Berapa Anda akan membuka harga?]
Sebuah pesan masuk datang dari seseakun dengan nama Raditya. Aku langsung klik poto profilnya untuk menjelajah kalau yang akan membeli rumahku adalah orang baik-baik.
[Saya sangat berminat, benarkah akan dijual beserta penghuninya?]
Hmmm, aku mendengkus. Pesan ini datang dari akun bernama Rukhan Syah. Gaya banget. Nama pakai di pleset-plesetin. Bisa jadi nama aslinya adalah Rukijo.
[Ini jual rumah bonus penghuninya atau jual penghuninya bonus rumah?]
Pesan ini pun hanya kubaca tanpa membalasnya.
[Kalau boleh tahu, apa SnK-nya? Karena saya sepertinya tertarik dengan poto-poto rumah Anda]
Kuabaikan pesan masuk yang lain saat pesan ini terbaca olehku. Segera aku klik poto profilnya. Pemuda gagah dengan nama akun Fernandez. Tak banyak Poto yang terpajang di akunnya ini. Hanya ada tiga foto saja yang terpampang, itu pun tak satu pun yang tersenyum.
Tidak seperti akun sosial mediaku yang hampir setiap hari memajang foto terbaru dan dengan gaya bibir yang bermacam-macam.
Setelah diam berpikir sejenak, akhirnya jari jemariku menari-nari di atas keypad untuk membalas pesannya.
[SnK-nya, kamu tidak boleh serius dalam membeli rumahku, karena itu satu-satunya yang aku miliki saat ini]
Tak lama terkirim pesan, ia pun langsung membalasnya. Terlihat dari tanda titik tiga yang bergerak-gerak di layar.
[Maksudnya?]
[Anggap saja aku menggadaikannya, karena aku butuh uang untuk biaya pengobatan ayahku. Nanti setelah aku sudah punya uang, aku akan menebusnya kembali]
[Kenapa tidak di penggadaian saja kalau begitu?]
[Gak mungkin, karena saya pasti tak akan sanggup untuk membayar bunga perbulannya karena saya pribadi belum bekerja]
[Lalu, dengan kata-kata 'dijual beserta penghuninya?]
[Jika kamu setuju dengan SnK-nya, aku siap untuk bekerja di rumah itu tanpa kamu gaji asal aku dan ayahku masih tetap boleh tinggal di sana. Cukup kamu memberiku dan ayah makan saja sebagai imbalan]
"Hmmm ... Baru kali ini aku menemukan syarat jual beli yang aneh]
[Aku berharap kamu akan bisa menolongku]
Tak ada lagi balasan darinya. Aku menarik napas berat. Memang tak mudah mencari pembeli dengan syarat yang kuajukan. Tentu saja mereka hanya menganggapku sebagai orang yang hanya iseng saja. Bahkan mungkin tak percaya jika foto yang kupajang adalah foto rumahku sendiri.
Kulihat ayah dari luar kaca, yang masih terbaring lemah di ruangan putih dengan bau obat yang menguar. Sebuah alat medis berupa jarum menancap di pergelangan tangannya dengan selang kecil yang mengalirkan darah. Ya, ayahku sedang menjalani rutinitasnya untuk cuci darah.
[Baik, tapi aku pun punya syarat untukmu]
Satu balasan membuat mataku terbelalak. Senang? Tentu saja. Karena ada juga yang menyetujui persyaratan yang kuajukan. Walau pun ia pun mengajukan satu syarat pula. Bayangan akan segera mendapatkan uang banyak untuk biaya cuci darah ayah begitu menari di pelupuk mata.
[Apa syaratnya?]
Tanpa pikir panjang aku mengetik satu balasan.
[Kamu harus berpura-pura menjadi istriku jika di depan papa dan mamaku, bagaimana?]
Gemertar rasanya tangan ini saat membaca balasan syarat yang diajukan.
Terima? Tidak!
Terima? Tidak!
Tidak! Terima?
Aku menghitung kancing baju untuk membantuku dalam menentukan pilihan jawaban.