BANGKITNYA ARWAH DARSO

 "Apa hanya itu saja pesan terakhir dari Darso, Nak Firman?" tanya Bu Yayuk kepadaku. Matanya terlihat sembap sejak kepergian putra semata wayangnya.

Kematian Darso yang tiba-tiba sempat membuat geger kampungku. Pasalnya, Darso meninggal dengan cara yang misterius. Ia ditemukan bunuh diri, terjatuh dari lantai tiga rumahnya. Aku sebagai sahabatnya pun tak menyangka, jika Darso nekat berbuat seperti itu. Terlebih Bu Yayuk, sebagai seorang ibu pasti sangat terpukul atas kepergian anaknya dengan cara seperti itu.

Darso dikenal sebagai pemuda yang ramah dan berkepribadian baik. Maka dari itu, banyak warga yang penasaran penyebab kematiannya.

"Iya, Bu. Hanya itu yang Darso sampaikan kepada saya lewat pesan ini." Aku memperlihatkan sebuah pesan singkat dari Darso yang dikirimkan kepadaku.

Sekitar jam sebelas malam, sebelum Darso ditemukan meninggal keesokan harinya, aku mendapat SMS dari sahabatku itu. Pesan yang aku sendiri tak mengerti akan makna yang tersirat di dalamnya.

[Man, perasaan gue, kok, nggak enak, yah, malam ini. Kalau ada apa-apa sama gue. Tolong jangan jauhin gue dari HP kesayangan gue ini!]

POSTINGAN POPULER:

Begitulah isi pesan Darso malam itu. Bu Yayuk dan beberapa keluarganya memutuskan untuk memenuhi keinginan Darso. Wanita paruh baya itu memintaku untuk menguburkan HP Darso ke dalam liang kuburnya.

***

Dua hari setelah kematian Darso. Banyak kejadian aneh yang menimpaku dan beberapa warga kampung. Sosok Darso dengan balutan kain kafan sering menampakkan wujudnya. Banyak yang mengira, ada kejanggalan dari kematian Darso. Bahkan, ada spekulasi jika Darso bukan meninggal bunuh diri, melainkan dibunuh. Itulah sebabnya kenapa arwah pemuda berambut ikal itu belum tenang di alam sana.

Aku sendiri masih ragu akan berita yang tersebar. Terlebih, sahabatku itu dikenal ramah dan tidak punya musuh. Pihak berwajib pun tidak menemukan tanda-tanda mencurigakan perihal kematian Darso. Kematian Darso sudah diputuskan murni bunuh diri oleh pihak penyidik dari kepolisian.

Suatu malam, aku mendapat giliran untuk ronda kampung. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.50. Udara malam itu terasa begitu pengap, seolah-olah angin malam enggan untuk berembus. Aku dan tiga warga yang mendapat jatah ronda malam menghibur diri dengan bermain kartu di pos ronda.

"Hrrggh ... Hrrggh!"

Suara geraman tiba-tiba terdengar oleh kami berempat. Suara itu spontan membuat kami saling merapatkan tubuh. Tak berselang lama, sosok pocong dengan wajah hancur dan kepala terlihat seperti patah muncul di hadapan kami.

Melihat sosok menyeramkan tersebut, membuat ketiga temanku berlari meninggalkan pos ronda. Namun, tidak denganku. Entah apa yang terjadi. Tubuhku serasa enggan untuk digerakkan dan mataku seakan-akan dipaksa untuk menatap sosok pocong tersebut.

Sosok dengan wajah hancur dan darah yang menetes dari matanya itu, kini menatap tajam kepadaku. Sekilas aku mengenali sosok menyeramkan itu. Darso, yang tak lain adalah sahabatku sendiri. Entah mengapa, ia itu terlihat seperti menaruh amarah kepadaku.

"Pe–sanku! HP itu!"

Pocong Darso mengeluarkan suara berat dan terdengar mengerikan. Aku yang masih terduduk di pos ronda berusaha untuk bangkit dan pergi dari tempat itu. Saat sosok itu melayang dan mendekat ke arahku. Saat itu juga aku melompat dan tersungkur dari atas pos ronda. Aku berlari dan meninggalkan pocong menyeramkan itu.

Keesokan harinya, berita kemunculan hantu Darso semakin tersiar di kampung kami. Bahkan, Pak Junet pemilik gerai ponsel di kampung kami mendapat teror dari hantu Darso. Menurut cerita warga, pocong itu semalaman menghantui Pak Junet dan keluarganya. Pak Junet juga berkata, jika sosok itu terus menyebutkan kata HP dengan geraman mengerikan.

Aku berusaha mencari tahu tentang kebenaran teror ini kepada pihak keluarga Darso. Siang ini, aku mendatangi kediaman Bu Yayuk untuk menanyakan beberapa hal.

"Maaf, Bu. Apa Bu Yayuk sudah dengar tentang berita yang sedang ramai dibicarakan warga?" Aku bertanya dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaannya.

"Iya, Nak Firman. Ibu juga sempat didatangi oleh arwah Darso. Tapi nggak lama, terus hilang." Bu Yayuk terlihat menitikkan air mata.

"Apa ada yang disampaikan arwah Darso, Bu?" tanyaku lebih lanjut.

"Tidak ada. Ibu sempat melihat Darso hanya berdiri di kamarnya. Saat ibu panggil, sosok itu malah hilang," jawab Bu Yayuk.

"Lalu, apa Ibu merasa ada yang aneh dengan HP milik Darso?" Aku kembali bertanya dan menceritakan kejadian yang aku alami tadi malam.

"Ibu rasa nggak ada yang aneh, Nak Firman. Setahu ibu, HP itu Darso beli di situs jual beli online. Tapi, sejak punya HP itu, Darso memang sedikit berubah, Nak Firman."

"Maksudnya?" tanyaku penasaran.

"Darso lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Sering ibu dengar, ada suara musik aneh dan terkadang suara seperti orang lagi bercanda dari HP-nya."

Setelah mendapat informasi dari Bu Yayuk. Aku pun pamit dan kembali ke rumah untuk istirahat. Sebelum tidur, aku menyempatkan diri untuk mengisi daya baterai di ponsel.

***

POSTINGAN POPULER:

"Hrrggh ... Hrrggh!"

Samar terdengar suara yang tak asing olehku. Masih dalam keadaan kantuk, aku duduk dan mencoba mengenali suara tersebut. Aku menyipitkan mata dan melihat jam yang terpampang di dinding kamar, pukul 23.00. Mungkin karena kelelahan, aku sampai tidur selama ini. Salat Asar dan Magrib pun terlewat olehku.

Masih setengah sadar, aku mencoba meraih ponsel yang berada di meja tanpa melihat. Namun, aku merasakan ada yang aneh dengan apa yang baru saja kuraba. Bukan meja ataupun ponsel, melainkan seperti kain yang terasa lembap di telapak tangan.

Aku membuka mata dan melihat tanganku kotor seperti habis memegang tanah. Bukan hanya itu, aku terkejut saat mendapati beberapa belatung yang masih hidup merayap bebas di lenganku.

Hening ....

Tubuhku terasa kaku, bahkan untuk menelan air liur pun terasa berat. Lagi-lagi mataku dipaksa untuk menatap sosok pocong mengerikan yang kini duduk di meja kamarku. Bola mata hitam dan cairan merah yang keluar dari matanya membuat sosok itu terlihat menyeramkan. Perlahan, pocong itu menoleh ke arahku dengan seringai tajam, seakan-akan menaruh dendam.

"Dar–darso! Ma–mau apa, Lu?" tanyaku terbata-bata.

"HP gue!" Sosok itu berkata dengan suara berat yang menyeramkan.

"Bu–bukannya HP lu u–udah gue kuburin juga! Terus, lu mau apa lagi?" Aku memberanikan diri untuk bertanya.

Pocong itu tiba-tiba berdiri, melompat ke arahku, lalu membungkukkan badannya. Wajah hitam dan hancur itu kini hanya berjarak beberapa sentimeter saja dengan wajahku. Aroma busuk tercium dari sosok dengan balutan kain kafan tersebut. Namun, aku masih bergeming dan tak kuasa untuk beranjak pergi.

"Gue temen lu, Darso. Semua pesan lu udah gue turutin. Apa lagi yang kurang, sampai lu gentayangan kayak gini?" Aku memejamkan mata seraya menahan tangis akibat rasa takut yang luar biasa.

"Lu kasih gue HP, tapi kenapa kagak sama charger-nya, Bego! Sekarang HP gue lowbat, terus gue ngechas pake apaan!"

Aku mendengarkan ucapan sosok itu dengan saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Entah mendapat keberanian dari mana, aku membuka mata dan menatap pocong itu. Makhluk menyeramkan itu menegakkan badannya kembali sembari terus menatap tajam kepadaku.

"Nah, lho! Mana gue tau. Lu, kan, bilangnya HP, doang. Lagian, charger lu juga nggak ada waktu kemarin gue ke rumah lu!" protesku kepada sosok itu.

Sosok itu menggerakkan kepalanya dan menoleh ke arah ponselku.

"Kan, charger gue lu pinjem, Man! Balikin!" Suara dari sosok itu terdengar seperti ancaman.

"Astaga Dragon! Sorry, gue lupa, Bro. Iya, deh, besok gue anterin ke kuburan lu!" ucapku seraya menepuk kening dengan telapak tangan.

Sosok itu mengangguk, lalu melompat ke arah pintu kamar. Namun, aku teringat sesuatu yang selama ini membuat aku dan warga kampung penasaran.

"Tunggu! Gue mau tanya, kenapa lu nekat sampai bunuh diri gitu?"

Sosok itu berhenti, lalu berbalik badan menatapku.

"Siapa yang bunuh diri, Bego! Gue lagi main TikTok di balkon. Ehhh, kepleset," jawabnya dengan raut wajah kesal.

"Terus, lu ngapain gentayangan cuma gara-gara charger?"

"Buat bikin gado-gado. Ya, buat nge-charge, lah! Bete gue di kuburan. Kalau HP gue nyala, kan, gue bisa TikTok-an di sana." Sosok Darso melompat menembus tembok dan menghilang begitu saja.

Aku? Masih terdiam dan berpikir keras. Kenapa dulu aku bisa bersahabat dengan pemuda aneh itu?

Salah aku apa, coba?

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama