AKU TAK INGIN SUAMIKU TAHU BAHWA AKU KAYA RAYA

Setelah mengetahui kebohongan Mas Juna kemarin, Aku memilih untuk tidak berangkat kerja hari ini. Ingin mengetahui adakah gelagat mencurigakan dari Mas Juna yang selama ini aku lewatkan.

Berbagai asumsi ada dibenakku, pertama Ia pergi ke rumah sakit bersama seorang perempuan yang kudengar suaranya di telpon kemarin, mungkin saja perempuan itu adalah selingkuhannya yang selama ini aku cari.
Dan asumsi kedua Ia sedang memeriksakan kesehatannya sendiri. Ya, bagaimana kalo selama ini Mas Juna menyembunyikan padaku bahwa dirinya sedang sakit. Bagaimana kalo uang-uang yang dia pakai kemarin untuk membiayai pengobatannya sendiri?
****


Foto oleh Marcus Aurelius dari Pexels

POSTINGAN POPULER:

"Kamu gak kerja hari ini?" Tanya Mas Juna, mungkin Ia merasa aneh jam 9 pagi ini aku masih di rumah, malah sibuk menyetrika baju.
"Engga, aku hari ini libur dulu." Jawabku.
Tentu saja, aku bisa libur kapanpun aku mau. Karena sekarang aku lah bosnya. Lagipula aku masih bisa bekerja dari rumah mengontrol semua agar berjalan lancar.
"Jangan terlalu sering gak masuk kerja. Nanti gajimu di potong." Katanya lagi.
Ah ..., cari masalah orang ini. Apa hanya itu yang bisa Ia lakukan? Memang kenapa kalo gajiku dipotong? Apa akan mempengaruhi hidupnya? Oh iya, nanti dia tak bisa makan enak lagi ya?
Tidak tahu saja dia, walau aku rebahan saja kini uang tetap masuk ke rekeningku.
Hah ..., biarlah, aku tak akan terpengaruh oleh sikapnya yang menyebalkan itu. Aku akan fokus pada tujuanku, mencari bukti terkait kebohongan Mas Juna.
"Uhuk.. uhuk..." Kudengar Mas Juna batuk-batuk. Memang sudah seminggu belakangan ini kuperhatikan Ia sering batuk.
"Sudah minum obat Mas?" Tanyaku.

"Sudah, kemarin aku sudah beli obat. Batuknya nyebelin gak sembuh-sembuh." Jawabnya.
"Apa perlu diperiksa ke rumah sakit Mas? Tanyaku, sengaja aku menekan kata rumah sakit, memancingnya.

"Gak perlu lah, nanti juga sembuh sendiri." Jawabnya
Aku memperhatikan fisik Mas Juna kini, apakah ada terlihat seperti orang sakit.

Tak ada yang mencurigakan sebenarnya, Ia terlihat sangat segar dan bugar. Kecuali kini perut rata nya mulai menonjol. Tentu saja sudah 3 bulanan ini kerjaannya hanya rebahan, makan dan main game saja.
Juga wajah mulusnya mulai terlihat sedikit kusam. Jambangnya tak juga Ia cukur. Jujur aku kasian melihat kondisinya kini, tak ada lagi Mas Juna yang tampil klimis tiap harinya. Memang sebagai seorang teller bank Ia dituntut tampil semenarik mungkin dulu. Namun sekarang Ia mungkin merasa tak perlu merawat dirinya lagi.

Kuperhatikan batuk Mas Juna semakin menjadi saja.
"Sudah diminum obatnya?" Tanyaku, dia menggeleng.
"Dimana obatnya? Biar aku ambilkan." Tawarku.
Kulihat, ternyata obat yang dibelinya hanya obat batuk biasa, bukan obat batuk dari rumah sakit memang. Berarti kemarin dia bukan memeriksan dirinya?
Atau mungkin penyakitnya tak terlihat?
****

Aku belanja ke warung Mba Dar, warung tersebut tak begitu jauh dari rumahku. Aku memilih berbelanja lebih siang, walau kadamg kehabisan bahan masakan, tapi setidaknya aku tak akan bertemu Ibu-ibu yang hobbynya kepo pada kehidupan orang lain.
Namun naas, ketika baru saja sampai di warung Mba Dar, tiba-tiba datang Bu Meri, salah satu orang yang paling kuhindari di lingkungan sini. Karena Ia suka sekali ingin tahu urusan orang lain.

"Eh, Mba Runi, lama gak keliatan nih." Sapanya sambil tersenyum manis yang entah kenapa terlihat palsu olehku.
"Hehe.. iya bu." Jawabku "Mba Dar beli gula, minyak, dan telur 1 kilo ya Mba." Sungguh aku ingin segera menyelsaikan belanjaanku. Segera kupilih sayuran yang akan kuolah hari ini.
"Mba Runi, itu suamimu kok aku liat sering ada dirumah ya? Emang gak kerja ya?" Yang kutakutkan terjadi, Bu Meri langsung melancarkan aksinya. Bak wartawan yang tak mau kehilangan momen saat bertemu nara sumbernya.

Jujur aku tak siap menjawab pertanyaannya. Apa aku harus jujur terkait kondisi suamiku yang sedang tidak bekerja? Namun nantinya pasti hal itu akan jadi bahan gunjingan orang. Atau aku harus berbohong saja tentang kondisi sebenarnya?

"Suami ku lagi ada urusan Bu, jadi ya gitu keliatannya sering ada dirumah" Ya Allah maafkan aku yang tak bisa jujur.
"Urusan apa sih Mba Run? Eh, tapi berarti berhenti kerja ya? Soalnya kalo kerja di bank kan gak mungkin perginya siang pulangnya masih siang juga tiap harinya. "

Ternyata Bu Meri tak berhenti sampai Ia puas dengan jawaban yang kuberikan.
Tapi tunggu apa katanya tadi, Mas Juna tiap hari pergi?
Bukannya setiap aku menghubunginya dia bilang sedang dirumah. Atau Mas Juna ke rumah Ibu mertua?

"Mba Dar, ini aku sudah selsai belanjanya, tolong dihitung ya Mba. Cepetan kebelet mba!" Kataku.
Aku berpura-pura kebelet pipis saja. Daripada terus dicecar pertanyaan Bu Meri.
"Loh Mba Runi, sebelum belanja itu ya buang hajat dulu, biar bisa tenang belanjanya." Kata Bu Meri lagi.

Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
"Semuanya 125 ribu mba Runi." Kuserahkan uang untuk membayarnya. Alhamdulillah, selsai belanjanya, dan aku akan segera terbebas dari tempat biang gosip ini.
"Eh, mba Runi, jadi gimana pertanyaanku belum dijawab, emang suaminya kerja dimana sekarang?"
"Maaf Bu, aku kebelet, nanti saja kapan-kapan jawabnya ya. Permisi." Akupun langsung beranjak pergi.
Tak kuhiraukan Bu Meri yang mengumpat kesal karena aku pergi begitu saja. Mungkin sikapku tadi akan jadi gunjingan ibu-ibu lain. Tapi biarlah, apa peduliku. Malah, mengurangi dosa-dosaku kan katanya.
***

Saat sampai rumah, sayup-sayup kudengar Mas Juna sedang menerima telepon.

"Sekarang gimana kondisinya?"
"Mungkin dia hanya kaget aja."
"Kamu gimana bisa tidur?"
"Ya nantilah aku kesana."
"Baiklah, sudah dulu ya."

Dengan siapa Mas Juna bicara? Kenapa terdengar sangat lembut gaya bicaranya?
Rasanya sudah lama sekali aku tak mendengar Mas Juna berbicara selembut itu padaku.
****

Aku memasak makanan kesukaan Mas Juna hari ini. Semur jengkol, ayam goreng, tahu tempe, sambal, dan lalapan.

"Wah... menu spesial nih!"seru Mas juna antusias.
"Jadi laper ..."
"Makanlah mas, sudah matang juga semua." Ia pun duduk menunggu aku yang mengambilkan nasi untuknya.

Kulihat Ia begitu lahap makannya, sampai nambah beberapa kali. Seusai makan, saat sedang mencuci piring aku merasa ada yang memelukku dari belakang. Mas Juna menempelkan kepalanya di kepalaku.

"Makasih ya sayang udah masakin masakan yang enaaaaak banget," katanya lenbut.
Ia semakin mengeratkan pelukannya.
"Makasih juga udah perhatian sama aku. Seneng deh dapet perhatian kamu lagi."

Entah kenapa, nampaknya aku menjadi sangat sensitif sekali hari ini, baru diperlakukan begini saja malah membuat aku menangis.

"Kenapa Sayang?" Tanyanya lembut. "Mas ada salah?" Tanyanya lagi, menunggu jawabku.
Makin tak dapat kutahan tangisku, aku menangis kencang dipelukan Mas Juna.
Apakah Ia merasa semua tak bersalah sedikitpun, setelah semua yang terjadi dan setelah semua yang Ia perbuat padaku?
Ia pun membalikan tubuhku kehadapannya, agar alu menghadapnya. Ia kembali mengeratkan pelukannya.
Rasanya nyaman sekali. Walau, tanganku masih penuh sabun cuci piring yang belum sempat kubilas.
****

Walau apapun yang sedang terjadi dalam rumah tanggaku, kini aku harus fokus pada bisnis kateringku. Ada banyak keluarga yang menggantungkan hidupnya di sini.
Kualitas masakan pun harus tetap ku jaga baik agar bisnis ini bisa panjang kedepannya. Aku tak boleh lengah sedikitpun. Salah sedikit saja akan fatal akibatnya.
Sudah seminggu sejak kejadian terkahir Andin memberitahukan keberadaan suamiku. Selama itu aku tak menemukan sesuatu hal yang mencurigakan lainnya lagi.
Saat sedang asyik bekerja, tiba-tiba Andin meneleponku.

"Runi, suamimu ada disini lagi." Katanya langsung to the point. Tentu yang dimaksud Andin adalah di rumah sakit.
"Andin, boleh aku minta tolong, ikuti dia, cari tahu dia bersama siapa dan apa yang sedang di lakukannya!" Pintaku padanya. Kini aku harus bergerak cepat untuk membuka semua tabir.
"Baiklah, kebetulan ada kakaknya Dewa datang, dia bisa aku mintai tolong untuk menjaga Dewa sementara aku mengikuti suamimu."
"Terimakasih banyak Andin."

Aku tak sabar menunggu kabar dari Andin. Kulihat sudah satu jam sejak Andin memberi kabar lagi. Berharap usaha kali ini berjalan lancar.
Sebuah pesan foto masuk, disusul beberapa foto berikutnya.
[Dia bersama seorang perempuan dan bayi.
Aku baru ingat, minggu kemarin juga perempuan ini yang bersama dengannya.]
Kulihat semua foto yang dikirim Andin. Disana Mas Juna sedang duduk di meja pendaftaran, di belakangnya berdiri seorang perempuan yang kira-kira seusia denganku yang sedang menggendong seorang bayi.
Di foto lainnya mereka sedang berbincang, dan keluar dari ruang periksa dokter spesialis anak. Yang paling membuatku terpukul adalah saat kulihat foto dimana Mas Juna sedang menggendong bayi tersebut.

"Terimakasih Andin. Ini sangat membantu sekali."
"Sama-sama Runi. Tetap semangat ya." Ia menyisipkan emot senyum dan juga cinta di akhir pesannya.
Yang aku suka dari Andin, ia sama sekali tak bertanya segala macam, padahal Ia tahu dengan jelas bahwa suamiku sedang bersama perempuan lain.
****

Terimakasih.

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama