Sekolah Menengah Atas Negeri 91 Makassar akan mengadakan Study Tour ke Lombok dan Bali selama 10 hari. Hanya kelas XII dan kelas XI saja yang mengikuti kegiatan tahunan sekolah ini. Total murid 215 orang, serta guru pendamping berjumlah 15 orang.
Perjalanan kami tempuh dengan menggunakan kapal Feri kelas eksekutif demi kenyamanan anak didik, ini adalah study tour pertama sekolah kami ke Bali, biasanya angkatan-angkatan yang sebelumnya selalu ke Solo-Jogjakarta.
Banyak orang tua murid mengantarkan anak-anak mereka ke pelabuhan, dan menunggu sampai kapal benar-benar berangkat. Guru pendamping sudah datang semua, murid-muridpun sudah naik dan berkumpul di dek kapal, mereka sangat antusias sekali.
Peringatan bahwa kapal akan berangkat pun berbunyi, semua murid berebut berdiri ke pinggir dek untuk berpamitan dengan orang tua atau keluarga yang mengantar mereka dengan malambai-lambaikan tangan dan berteriak "Dadaaaaah Mah ... Dadaaah Pah ..."
Keluarga mereka pun mendoakan kami semua agar perjalanannya lancar dan selamat sampai tujuan. Bahkan ada dari mereka yang sampai menangis, mungkin belum terbiasa jauh dari anak-anaknya dalam waktu yang lama.
Kapal perlahan-lahan berangkat, tak lupa kami semua berdoa dengan keyakinan masing-masing agar selalu diberi keselamatan.
Murid-murid berhambur menuju kamarnya masing-masing. Sehari sebelumnya, di sekolah para wali kelas sudah membaginya dalam beberapa kelompok.
Tak terasa perjalanan kami sudah setengah jam, kami berangkat pukul 09.00 dari pelabuhan. Sebagian besar murid berada di kamarnya masing-masing, hanya ada beberapa saja yang berada di dek kapal untuk sekadar melihat pemandangan laut sambil mengambil gambar dengan ponselnya.
Booomm ... Duaaaarr ...
Terdengar jelas sekali bunyi dentuman dari arah lambung kapal bagian tempat mobil, bus, truk, dll terparkir disana. Kapal pun mulai goyang, semua penumpang merasakannya sambil mengucap beberapa kalimat thayyibah dan berdoa dalam hati.
Keadaan di bawah lambung kapal itu sudah banjir, kendaraan-kendaraan banyak yang terendam. Air laut masuk dengan sangat cepat melalui celah-celah yang bocor akibat sebuah truk yang tidak terparkir dengan benar, lalu rantai pengaitnya lepas dan truk pun menabrak dinding kapal sehingga terjadilah kebocoran.
Kapal mulai miring ke kanan, penumpang pun mulai panik. Kru kapal memberi perintah lewat speaker yang ada di setiap kabin agar mereka tetap di dalam saja, jangan ada yg keluar karena akan membuat kapal dalam bahaya.
Murid-murid pun mematuhi anjuran tersebut, karena mereka juga panik tak tahu apa yang seharusnya dilakukan. Di dalam kamar semua murid sudah memakai pelampungnya masing-masing. Ada yang mengirim pesan kepada keluarganya, ada yang membuat video tentang keadaan dalam kabin saat itu, ada yang menangis sambil berdoa. Benar-benar suasananya sangat mencekam. Tak pernah terpikirkan oleh kami akan mengalami kejadian menakutkan seperti ini.
Pukul 09.50 kapal sudah sangat miring sehingga para murid sulit untuk berjalan keluar menuju dek karena sudah hampir 40% badan kapal tenggelam. Aku yang berada di dek atas, mencoba untuk turun ke kamar murid-muridku. Dengan susah payah aku menyusuri koridor. Berjalan di dalam kapal dengan keadaan miring sangat butuh perjuangan.
Instingku mengatakan bahwa kapal ini akan segera tenggelam, maka aku melanggar anjuran yang diperintahkan oleh kru kapal tersebut, dengan maksud menolong murid-muridku yang masih berada di kamarnya.
Kulihat segerombolan murid berada di atas tempat tidurnya dengan wajah yang pucat, panik, bahkan menangis. Ada yang terus memanjatkan doa, ada yang pasrah, tetapi ada juga yang masih bisa bercanda untuk menghibur teman-temannya yang sedang ketakutan. Mereka semua sudah memakai pelampung.
Dalam waktu singkat kabin para murid sudah mulai tergenang air, betapa kacaunya keadaan saat itu. Lagi-lagi kru kapal memberi perintah lewat speaker agar penumpang tetap dalam posisinya tidak boleh ada yang keluar dari kabin.
Aku mengacuhkan perintah itu, yang kupikirkan adalah keselamatan para murid. Kusuruh mereka semua mengikutiku untuk keluar menuju dek, tetapi sebagian besar mereka menolak saranku karena khawatir malah akan membahayakan kapal sesuai apa yang kru kapal katakan.
Aku pasrah tidak ada waktu lagi untuk berdebat karena kapal sudah 50% miring dan tenggelam. Hanya ada 20 murid yang mengikutiku menyusuri lorong koridor dengan susah payahnya menuju dek untuk meminta pertolongan.
Butuh perjuangan ekstra untuk menuju dek, rasanya seperti memanjat tebing. 20 menit kemudian akhirnya kami sampai ke dek dan berpegangan pagar besi kapal.
Terlihat dari kejauhan enam orang menaiki semacam sekoci, ada yang memakai seragam seperti kapten dan sepertinya lima orang lagi adalah anak buah kapal.
"Mengapa mereka menyuruh penumpang untuk tetap di tempatnya, sementara mereka malah menyelamatkan diri?" Batinku bertanya-tanya.
"Semoga para murid dan rekan-rekanku diberi keselamatan dengan cara apapun ya Allah." Doaku dalam hati.
Tidak berapa lama, ada kapal nelayan mendekat ke arah kapal ini, lalu menyuruh kami untuk segera melompat karena kapal akan segera tenggelam. Tanpa berpikir panjang, kuajak murid yang tadi mengikutiku terjun ke laut bergantian. Lalu nelayan menolong kami menaiki kapalnya, dan menjauh dari kapal menuju pantai. Nampak jelas sekali raut trauma di wajah mereka.
Pukul 11:30 kapal Feri itu akhirnya benar-benar tenggelam seluruhnya. Aku tak tahu dengan nasib murid dan rekanku yang masih berada di dalamnya.
Setelah diselidiki ternyata kapal itu kelebihan muatan sehingga menyebabkan kapal cepat tenggelam. Sang kapten beserta kru, ditangkap karena dakwaan penambahan muatan, dan meninggalkan kapal tanpa mengevakuasi penumpangnya terlebih dahulu. Memang sudah seharusnya kapten adalah orang paling terakhir yang meninggalkan kapal bila terjadi kecelakaan.
Sebanyak 195 murid dan 10 guru tewas tenggelam bersama kapal Feri tersebut. Sebenarnya mereka semua bisa diselamatkan jika mereka berani ke dek kapal dengan melanggar perintah kru kapal waktu itu. Tetapi mereka lebih mempercayai anjuran para awak kapal agar tidak berpindah tempat.
Semoga seluruh arwah para murid dan rekan kerjaku tenang dan damai di alam sana. Aamiin.
#Fiksi