"Suci Indah Sari binti H Waluyo, aku talak engkau. Mulai malam ini kau bukan lagi istriku." Ucapan mas Bayu malam itu bagaikan petir menggelegar di telingaku.
Bagaimana tidak? Sudah dua tahun kami berumah tangga tanpa ada masalah apapun tiba-tiba dia menjatuhkan talak.
POSTINGAN POPULER:
Tubuhku merosot terduduk bersandar di dinding kamar melihat mas Bayu mengemasi satu persatu baju-bajunya ke dalam koper.
"Aku tak tahan lagi hidup bersamamu, kamu boros, manja, gak bisa masak, gak bisa nyuci selalu merepotkan suami. Bahkan gajiku sebulan hanya cukup untuk biaya hidupmu seminggu. Sekarang aku tak peduli lagi, kamu bisa bertahan hidup ataupun tidak yang jelas aku akan meninggalkanmu dan mencari kebahagiaanku tanpa istri manja sepertimu!" Mas Bayu melangkah keluar rumah setelah baju bajunya masuk ke dalam koper.
"Mas, tolong beri kesempatan padaku sekali lagi, aku akan berusaha belajar menjadi istri yang baik untukmu, Mas. Tolong jangan pergi!" Aku berlari dan bersimpuh memeluk kaki pria yang sudah hampir dua tahun menjadi suamiku itu.
Namun dia tak peduli bahkan mendorongku yang berusaha menghalangi langkahnya pergi. Aku menangis sejadinya. Teringat pada Mama dan Papa yang sudah tiada.
Mas Bayu dulunya adalah karyawan kepercayaan Papa di toko bangunan, dia baik dan sholih karena itu aku jatuh hati kepadanya, tapi tidak dengannya. Dia sama sekali tidak suka anak manja dan boros sepertiku.
Hingga suatu hari yang paling buruk dalam hidupku, kecelakaan telah merenggut nyawa kedua orang tuaku. Namun, sebelum menghembuskan nafas terakhir, Papa sempat berpesan pada Mas Bayu untuk menjaga dan menikahiku. Semua aset dan kekayaan Papa akan diberikan padanya dengan syarat lelaki itu mau menikahiku.
Karena hutang budi di masalalu pada Papa, akhirnya Mas Bayu mau menikah denganku. Ternyata Papa adalah orang yang membiayai sekolah mas Bayu hingga kuliah sambil bekerja di toko.
Dan hari itu adalah hari yang sangat membahagiakan bagiku, saat dimana Mas Bayu menjabat tangan pak penghulu untuk ijab kabul. Aku serasa menjadi wanita yang paling bahagia di dunia.
Hari hariku menjadi istri mas Bayu sangat bahagia, walaupun aku tau dia tidak mencintaiku namun dia selalu memperlakukan aku dengan baik. Namun aku belum bisa jadi istri yang baik untuknya.
Setiap hari aku selalu bangun kesiangan dan Mas Bayu selalu bangun lebih awal dan sudah menyiapkan sarapan sebelum berangkat kerja.
Aku gak bisa masak, untuk makan siang dan malam selalu aku beli lewat aplikasi online. Sedangkan untuk mencuci baju selalu aku serahkan pada tukang laundry. Aku juga suka jalan jalan ke mall dan belanja belanja barang kesukaanku.
Di awal-awal pernikahanku mas Bayu tidak mempermasalahkan itu karena aku belanja juga dengan uang peninggalan papaku. Namun ternyata semua tak terkendali, toko bangunan yang di rintis papa dari nol akhirnya bangkrut karena banyak pengeluaran termasuk pengeluaran pribadiku.
Akhirnya terpaksa toko itu kami jual untuk menutup hutang dan untuk menyambung hidup, mas Bayu mencari pekerjaan kesana-kemari dan akhirnya dapat juga walaupun cuma menjadi staff di sebuah kantor advertising yang gajinya tidak seberapa.
Mulai dari itu kehidupan mewahku berkurang, aku tidak lagi jalan-jalan ke mall dan mulai belajar berhemat. Namun tetap saja aku tak pernah mengerjakan pekerjaan rumah, kecuali menyapu dan cuci piring.
Baju kotor tetep aku kirim ke laundry dan makan sehari hari selalu pesan di aplikasi online. Lama kelamaan Mas Bayu mulai banyak hutang untuk memenuhi semua kebutuhan kami. Dan puncaknya hari ini dia sudah lelah dengan semua kemanjaanku. Kata talak yang bahkan tak pernah aku pikirkan sebelumnya telah keluar dari mulutnya.
Rupanya Mas Bayu sudah tidak tahan padaku, sudah dua tahun dia bersabar menemaniku mungkin karena amanah papaku.
"Punya istri tapi sama saja dengan bujangan." Itu yang sering dia katakan.
Sekarang satu-satunya tumpuan hidupku telah pergi, Mas Bayu telah meninggalkan aku sendiri. Kuseka air mata yang sedari tadi mengalir, aku bangkit dari dudukku dan memegang perutku yang sudah keroncongan karena sedari siang aku belum makan.
Aku merogoh kantong celanaku, masih ada satu lembar uang merah sisa gaji mas Bayu. Segera aku keluar untuk mencari nasi goreng. Sengaja aku tidak pesan lewat aplikasi, agar lebih hemat.
Setelah kenyang akupun beranjak tidur namun mata ini sulit terpejam karena memikirkan bagaimana nasibku besok, aku tidak kerja. Apa yang aku makan besok dan seterusnya?
Keesokan harinya aku bangun kesiangan, karena malamnya aku hampir tidak bisa tidur. Setelah mandi, aku bergegas keluar rumah untuk mencari sarapan. Kali ini bukan lagi restoran mewah tujuanku melainkan warteg, melas banget hidupku tapi memang harus begitu karena aku sudah tidak punya uang lagi.
Ketika sedang memesan nasi campur tiba-tiba pandanganku tertuju pada dua orang yang sedang sarapan bersama di warung sebelah. Dua orang yang tak asing lagi bagiku yakni Mas Bayu dan Eni. Iya, Eni sahabatku yang selalu baik dan menjadi penolongku. Cih, rupanya dia mengincar suamiku. Jadi ini salah satu alasan Mas Bayu menceraikan aku, bukan hanya karena aku manja dan boros tetapi karena sudah ada Eni. Teganya mereka menusukku dari belakang.
Aku tidak boleh menangis, saatnya aku bangkit dan membuktikan pada mereka bahwa aku bisa mandiri tanpa mereka.
Setelah menghabiskan nasi campur dan segelas es teh aku beranjak meninggalkan warteg, tak tau arah tujuanku kemana. Aku akan mencari pekerjaan dan akan aku buktikan bahwa aku bisa hidup tanpa mas Bayu.
Hari berganti hari minggu berganti minggu, aku belum mendapatkan pekerjaan bahkan aku sudah tak punya uang lagi untuk makan besok. Semua perhiasanku juga perhiasan mama sudah aku jual untuk makan. Pun juga barang barang berharga lain yang bisa aku jual semua sudah tak ada. Hanya tinggal rumah yang akan tetap aku pertahankan sebagai satu-satunya peninggalan Papa.
Suatu pagi ketika usaha mencari kerja, aku melewati salon kecantikan, aku berhenti sebentar. Ingin menangis saat itu juga karena sudah lama sekali aku tidak memanjakan diri di tempat ini, tepatnya setelah Mama dan Papa pergi. Padahal dulu salon adalah tempat favoritku, hampir tiap akhir pekan aku menghabiskan waktu untuk memanjakan diri di tempat itu.
"Suci! Kamu suci kan?" Seorang wanita cantik bertubuh tinggi langsing dan berkulit putih bersih dengan rok mini dan rambut panjang terurai menyapaku. Aku berfikir sejenak mengingat-ingat siapa dia.
"Reni!" teriakku sambil memeluk wanita itu kemudian kami pun melepas rindu. Reni adalah temanku semasa SMA. Rupanya dia sukses, sekarang buka usaha salon, dan salon di depan kami ini adalah miliknya.
Diapun mengajak aku masuk dan memberikan perawatan gratis sambil bercerita kisah hidup kami masing-masing.
"Ya Allah... Suci, aku turut berduka atas meninggalnya mama papamu. Dan tentang mantan suamimu, kamu harus bisa buktikan bahwa kamu bisa sukses tanpa dia. Kamu harus bangkit, Ci!"
"Aku juga berpikir begitu Ren, aku ingin bangkit dari keterpurukan ini tapi aku bisa apa? Aku tak punya keahlian apa-apa," aku menundukkan wajah karena malu pada Reni.
"Heh, siapa bilang kamu tidak punya keahlian apa-apa? Kamu cantik dan menarik. Liat saja setelah ku poles nanti! Aku akan kenalkan kamu dengan sepupu suamiku, Alex. Dia seorang fotografer, mungkin dia bisa mencarikanmu pekerjaan." Reni memoles wajahku dan terus memberiku semangat.
Aku benar-benar takjub dengan tampilanku, Reni mengubahku menjadi wanita berkelas ditambah baju mahal yang dia belikan di butik temannya. Kemudian dia mengajakku menemui sepupu dari suaminya, Alex yang katanya seorang fotografer.
"Ren, makasih banget kamu mau nolongin aku. Kalau tak ada kamu entah apa jadinya hidupku!" ucapku pada Reni sebulan kemudian setelah aku sukses menjadi foto model dan beberapa kali sudah terima komisi dari Alex.
"Ssstttt... Jangan ngomong gitu, kamu dulu juga suka nolongin aku. Ingatkan waktu SMA tiap hari kamu belikan aku makanan disaat uang sakuku tidak cukup untuk sekedar membeli es. Papa kamu membayar uang SPP-ku di saat aku hampir diskors karena nunggak bayar tiga bulan. Apa yang kulakukan padamu belum sebanding dengan bantuanmu di masa lalu, Ci. Aku bisa lulus SMA karena papamu yang membayar uang ujianku. Sekarang tak ada salahnya aku membalas budi baik papamu," Reni menangis sambil memelukku ketika mengenang masa lalu kami.
Memang ibunya seorang janda yang tidak mampu dan papa sering membantu biaya sekolah Reni, bahkan mama sempat cemburu karena papa sering membantu Reni. Aku tak pernah tau apa alasan papa yang jelas beliau memang dermawan.
Pada bulan ke enam aku menggeluti profesku sebagai model, aku sudah bisa memenuhi segala kebutuhanku bahkan aku bisa membeli mobil dengan hasil keringatku sendiri meski masih mencicil. Suatu sore ketika kami ada pemotretan di Bandung, Alex menyatakan cintanya padaku dan berniat menikahi aku. Namun aku belum bisa menjawabnya, aku butuh waktu dan Alex mau menungguku.
Jujur saja aku tidak punya perasaan apapun pada lelaki itu, cinta yang masih bersemayam di hatiku masih menjadi milik mas Bayu, meskipun lelaki itu telah mengkhianatiku bahkan dengan sahabatku sendiri.
Malam itu Alex menungguku di sebuah restoran untuk dinner dan mengetahui jawaban atas penyataan cintanya untukku serta lamarannya padaku. Aku mampir di sebuah masjid di pinggir jalan raya untuk mengerjakan sholat isyak.
Semenjak punya penghasilan sendiri, aku selalu menyisihkan sebagian penghasilan untuk sedekah di masjid seperti almarhum Papa. Aku bisa merasakan keajaiban sedekah tak hanya di akhirat saja pembalasannya terkadang Allah juga memberikannya di dunia.
"Suci, kau kah itu?" tanya seorang pria sambil memandang takjub padaku.
"Mas Bayu?" aku kaget melihat seorang lelaki kurus dan berkaca mata makai baju koko yang kumal dan sarung lusuh keluar dari masjid setelah melaksanakan sholat berjama'ah. Apa yang terjadi padamu, Mas? Kenapa kamu jadi kurus seperti ini? Tak terasa air mataku menetes.
"Suci, maafkan aku! Ternyata aku salah menilaimu. Kamu bisa sukses tanpa aku. Bahkan keadaanku sendiri sekarang menyedihkan," ucap Mas Bayu sambil menunduk.
"Apa yang terjadi padamu, Mas?" tanyaku ingin tau. Mas Bayu kemudian bercerita bahwa setelah bercerai dariku dia menikah dengan Eni, sahabatku. Sejak dulu Eni memang sosok cewek mandiri, selain cantik dia tipe wanita yang tidak manja dan bisa mengerjakan apapun pekerjaan rumah juga pintar memasak.
Selain itu Eni juga bekerja di sebuah kantor asuransi. Wanita sempurna yang mandiri persis seperti kriteria Mas Bayu. Tentu dia sangat bahagia menukar istri manja, boros dan tidak bisa mengerjakan apa-apa sepertiku dengan Eni yang sempurna di matanya.
Selang dua bulan Eni hamil namun ketika usia kandungannya tiga bulan, Eni mengalami kecelakaan, lalu pendarahan dan terpaksa di kurret. Kemudian Eni koma selama kurang lebih sebulan. Biaya rumah sakit selama Eni koma sangatlah besar, Mas Bayu terpaksa hutang sana sini untuk membiayai Eni, karena hanya sebagian saja yang bisa diklaim dengan BPJS.
Akhirnya Eni dipanggil kehadapan Allah dan Mas Bayu hidup seorang diri dengan hutang yang banyak. Ternyata istri yang menurutnya sempurna juga tidak bisa membawa kebahagiaan, semua kehendak Allah.
"Sabar ya, Mas!" Hanya itu yang bisa aku ucapkan kepadanya. Sungguh aku sangat berterima kasih pada Allah karena tanpa Mas Bayu pun aku bisa bangkit dan mandiri.
"Apa kamu sudah menikah lagi, Ci?" tanyanya sembari menatap dalam kedua mataku.
"Belum mas," jawabku jujur.
"Maukah kamu kembali padaku, Ci? Aku baru sadar bahwa aku mencintaimu setelah terpisah darimu dan menikah dengan Eni. Aku merindukanmu, Ci." Mas Bayu mendekat dan meraih kedua tanganku, namun dengan segera aku melepasnya dan mundur beberapa langkah dari lelaki itu.
Ponselku berbunyi, panggilan dari Alex. Rupanya dia sudah menungguku. Kini aku tau jawaban apa yang akan kuberikan pada Alex. Dia pria baik dan sangat menghormatiku, meski kami sering kerja bersama bahkan sampai larut malam, namun dia selalu sopan kepadaku. Bahkan Alex selalu menjagaku, memastikan aku aman dari apapun.
"Maaf, Mas. Aku tak bisa kembali padamu. Aku hanya bisa mendoakan kamu akan mendapatkan istri yang lebih baik dariku." setelah berkata demikian, aku meninggalkan Mas Bayu yang masih menatapku.
Maafkan aku mas, aku rasa Alex lebih cocok untukku, karena dia mau menerima kelebihan maupun kekuranganku. Kulajukan mobilku menuju restoran tempat aku dan Alex akan bertemu. Kini aku tak ragu lagi dengan jawaban yang akan kuberikan kepada pria itu.
Aku telah bangkit dari keterpurukanku, akan kujemput kebahagiaanku bersama Alex.
