"Din, mau nggak kamu jadi pacarku?"
"Apa?"
"Iya, mau nggak kamu jadi pacarku?" Ucapku lagi meyakinkan Dina.
"Kamu punya kaca nggak di rumahmu"
"Maksudmu, Din?"
"Kalau kamu punya kaca, ngaca sana.. kok bisa-bisanya kamu menyukaiku aku" ucap Dina sambil nyengir.
"Jadi selama ini..!"
"Selama ini apa?"
"Pas kamu sakit aku yang jagain, kamu pms tengah malam, aku yang beliin pembalut, kamu kurapan aku yang obatin"
"Jadi kamu nggak ikhlas gitu?"
"Ikhlas sih"
"Jadi apa masalahnya?" Ucap Dina ngegas.
"Nggak ada sih, yang jelas aku ngelakuin itu semua karena aku sayang dan cinta sama kamu Din" ucapku terus meyakinkan Dina.
"Ellleeehhh.. udah lah, nggak usah ngarep berlebihan kamu, sampai kapan pun aku nggak akan ada rasa sama kamu, udah dekil, miskin, kok berani-beraninya kamu suka sama aku, ke geeran kali kamu jadi orang"
"Perasaan kamu kemaren nggak kayak gini Din, kamu ramah, baik. Tapi sekarang kamu malah sebaliknya, Din"
"Aku kemaren kayak gitu karena kamu baik orangnya, bukan berarti aku suka sama kamu ya, Suto"
"Sutomo, Din"
"Mau Suto kek, mau Sutomo kek, nggak penting"
"Jadi, Din?"
"Apa lagi? intinya aku nggak suka sama kamu" ucap Dina keras.
Mendengar perkataan Dina, aku putuskan untuk pergi dari kehidupan Dina, karena perkataan Dina sangat menyakitkan hatiku, tapi perkataan Dina aku jadikan motivasi dalam hidupku. Aku berusaha dari usaha kecil-kecilan dari jualan sempak dan BH seken dari Singapore.
Alhamdulillah usahaku berkembang pesat dari jualan pakaian dalam seken menjadi pakaian dalam brandit, cabang usaha aku dimana-dimana dari Sabang sampai meraoke berjajar pulau-pulau, itu lah Indonesia.
Hidupku sekarang malah sebaliknya, yang dulu dekil, sekarang bersih, putih dan ganteng, yang dulu miskin, kalau sekarang nggak kehitung jumlahnya deposit aku di bank toyib.
Walaupun aku kaya, tapi aku tidak sombong, aku sering membantu fakir miskin dan membangun rumah singgah orang-orang terlantar.
Sekarang banyak wanita yang mendekati, tapi semuanya aku terima, walaupun aku tau wanita-wanita itu menyukaiku karena uang, tapi aku nggak peduli, apapun dia minta aku tetap beliin, nggak pernah aku tolak, sekalian beramal, berhubungan aku orang baik dan nggak mau menyakiti hati wanita.
Satu tahun aku menjalani hidup kaya raya, tiba-tiba Dina menghubungiku, akupun nggak tau dari mana Dina mendapatkan nomorku.
"Hallo, Bang"
"Tumben Dina menghubungiku, jangan-jangan dia tau kalau aku udah kaya" ucapku heran dalam hati.
"Iya, Din.. tumben nelfon?"
"Nggak ada, kangen aja sama, Abang"
"Oowwhh.. kangen, ya?" Ucapku simple
"Iya, Bang.. Abang kemana aja, kok nggak ada kabar?"
"Nggak ada, Din.. masih dikampung kok"
"Masak? Nggak pernah tu Abang kelihatan, ngomong-ngomong Abang udah sukses sekarang, ya"
Entah kenapa pas dengar ucapan Dina kayak gitu, bawaan aku mau muntah dan mau muntah di mukanya tapi aku tetap mencoba baikin Dina, karena yang tidak baik itu tetap kita balas dengan baik, karena aku sadar kalau bukan karena hinaan Dina, mungkin aku nggak sesukses ini, jadi aku ambil positifnya aja.
"Iya beneran, Din.. aku masih dikampung kok. Kalau masalah sukses, adalah dikit-dikit, Din" ucapku dengan sedikit ketawa.
"Selamat ya, Bang.. ngomong-ngomong Abang udah punya pacar, belum?"
"Iya .. makasih ya.. belum, Din"
"Abang masih ada rasa kan sama Dina, Bang?"
"Kalau sekarang, udah hilang kayaknya Din, tapi kalau Dina mau coba juga nggak apa-apa, mana tau rasa Abang besok numbuh lagi"
"Beneran, Bang" ucap Dina bahagia.
"Iya beneran, Din"
Kami pun jadian, besok malamnya kami pun ketemuan disalah satu restoran mewah dan berlanjut ke hotel dan melakukan wik-wik, malam itu durasinya sangat lama sama Dina sehingga membuat Dina lelah dan tertidur. Pas Dina tertidur aku meninggal duit dua puluh juta dan sekertas surat yang berbunyi.
"Maaf ya Dina, kayaknya perasaan aku nggak berubah deh, tetap sama dan nggak bisa mencintaimu, berhubungan kamu suka sama duit, itu aku tinggalkan duit buat kamu dua puluh juta, tertanda Bang SUTOMO AMINOTO SURYO KUCORO, bye"
Fiksi
TTD. Nando Iswan Putra