Cerpen sangean Sebenarnya dia Mesum Ma! Dia sangean

"Cinta tanpa nafsu itu omong kosong! Jangan dekat-dekat sama gue. Gue sang*an," katanya terus terang dan frontal. Baru kali ini aku bertemu dengan laki-laki yang begitu terus terang. Sedikit kaget, tapi sudut bibirku terangkat sedikit. 


"Lo balik deh, otak gue traveling," katanya mengambil kotak makanan dari tanganku dan menutup pintu rumahnya. Aku sama sekali tidak diberi basa-basi untuk dipersilahkan masuk dan ditawari minum. 


Aku kembali ke rumahku yang berada tepat di sebelah rumahku. Sebelum meninggal rumahnya. Dari sudut mataku aku bisa melihat dia mengintip dibalik pintu. 


Sungguh tidak disangka laki-laki yang sering dibanggakan dan dibandingkan mama denganku. Punya sisi yang unik seperti ini. 


Keterus terangannya sungguh membuatku terkejut. Apalagi aku tidak terlalu mengenalnya secara pribadi. Hanya mendengar mama yang menggambarkan begitu sempurna. 


"Gimana udah diantar?" tanya mama saat aku baru saja masuk dan menutup pintu rumah. 


"Udah. Cuman Serafin aja yang ada di rumah kayaknya," kataku menjelaskan sebelum ditanya macam-macam. 


"Gimana? Kamu lihat sendiri kan. Anak tetangga kita, udah ganteng, pinter, baik dan sopan lagi," kata mama bersemangat. 


"Minusnya sang*an m

Ma," kataku dalam hati. Kalau ku utarakan bisa diceramahi habis-habisan. 


"Iya terserah Mama aja lah," kataku lalu pergi ke kamar dilantai atas. Aku duduk di balkon kamarku dan pemandangannya  menuju balkon kamar Serafin. Jendela kamarnya terbuka dan dia duduk di atas jendela. Sambil menikmati makanan yang kuberikan tadi. 


Dia melambaikan padaku tanpa malu-malu. Melempar senyum manis dengan sudut bibir terdapat sisa pasta yang kuberikan. 


Sungguh aneh kalau jauh seperti ini dia sering menggodaku. Kalau berhadapan dia sangat menjaga jarak. Tidak jarang dia langsung pergi kalau melihatku mendekat. 


"Enak," katanya menunjukan tempat pasta yang sudah habis. Sungguh kejutan badan atletis itu menghabiskan satu tupperware berukuran besar sendirian. 


"Sering-seringlah masakin gue ya," katanya lagi. Aku menunjukan jari tengah ku padanya. Kalau jauh dia bisa seperti ini. Kalau dekat dia menganggapku seperti kuman, harus dihindari. 


Makan malam kali ini terasa lebih serius dari sebelumnya. Papa tiriku sedari tadi melirik ku terus menerus. Seakan ada hal penting yang dibicarakannya, tapi menahan diri.


"Kenapa?" tanyaku saat melihat mama gelisah. Aku memang tidak dekat dengan mama, aku tinggal dengan almarhum papa sejak kecil. 


"Anu, Mama mau bilang. Papa aja lah, Mama takut salah," kata mama menyenggol lengan papa tiriku. 


"Papa juga gak tau harus ngomong apa," kata papa tiriku melihat kearah mama dan saling saling menyenggol. 


"Ngomong aja," kataku santai sambil terus menyuap nasi ke mulut. 


"Itu, sebelumnya Om minta maaf. Om tau, om tidak berhak untuk hal ini. Serafin, melamar kamu pada Om," kata papa tiriku sambil mengambil segelas air dan meminumnya dengan susah payah. Seakan-akan di dalam air itu ada kandungan sianida. 


"Mau gimana lagi, mau gak mau, Om yang jadi wali aku sekarang. Papa udah gak ada," kataku pelan. Papa anak tunggal tidak punya saudara kandung. Papa cuman punya satu satu saudara yang merupakan. Masih hitungan saudara, karena dia adalah anak dari adik nenek yang perempuan. 


Tetap saja tidak bisa menjadi waliku. Sekarang aku tinggal dengan mama dan om Rendi. Mau tidak mau om Rendilah yang menjadi waliku.


Hubungan kami masih terbilang canggung. Aku yang tiba-tiba masuk kedalam keluarga mereka. Tinggal dan menetap disini. Sebenarnya aku punya alasan, kenapa aku tinggal disini. Tanteku sedang memperebutkan harta peninggalan papa denganku. 


Om Rendi menyarankan aku untuk tinggal disini. Sementara dia mengurus semuanya semuanya. Dia bilang harta peninggalan papa, adalah hakku. Tidak ada yang boleh menggusiknya, karena itu om Rendi menyiapkan pengacara terbaik di firma hukumnya untuk mempertahankan harta warisanku. 


"Jadi om jawab apa pada Serafin?" 


"Om belum jawab. Om serahkan keputusan ditangan kamu."


"Menurut Om dia laki-laki yang seperti apa. Seperti kata Om, aku butuh laki-laki yang bisa melindungi aku."


Om Rendi menatapku serius, dia menggeser gelas yang tepat di depannya ke sampingnya. Mama hanya diam sambil memandang kami bergantian. 


"Om tidak ingin kamu menikah karena ini. Om akan berusaha mempertahankan apa yang menjadi hak kamu. Kamu tidak perlu mengorbankan kebahagiaan kamu untuk ini."


"Lunar tau Om akan berusaha, tapi papa menulis surat wasiat yang akan menyulitkan kita semua. Sebelum Lunar menikah Tante Wendalah yang menjaga dan mengatur harta warisan papa. Walaupun kita menang di pengadilan mereka masih punya kartu as untuk mengambil dan menikmati harta papa," kataku serius. Om Rendi mengusap wajahnya frustasi. 


Papa sepertinya kurang hati-hati pada tante Wenda. Dia bukan orang yang baik. Buktinya dia menuntut ke pengadilan atas pembagian harta warisan papa. Padahal sudah jelas kalau dia tidak punya hak untuk itu. 


"Tante Wenda sangat licik dan kejam. Aku harus berlindung disini."


"Apa tidak sebaiknya berikan saja sebagian harta peninggalan Haris untuk mereka," kata mama.


"Memberikan harta warisan bukan hal yang benar. Hal itu bisa membuat mereka menjadi lebih serakah dan membuat mereka punya kemampuan untuk menyakiti Lunar," kata om Rendi menolak usul mama. 


"Jadi menurut om, bagaimana Serafin?"


"Seperti yang kamu lihat dia punya semua hal yang kita butuhkan. Cerdas dan punya dukungan keluarga. Hanya saja Om tidak yakin dengan karakter aslinya."


Pekerjaan Om Rendi yang sebagai pengacara membuatnya lebih waspada. Dia melihat orang dari berbagai sisi. Tidak hanya dari yang ditunjukkan oleh orang itu saja. 


"Om tidak bisa menebak karakter aslinya. Walaupun dengan pengalaman yang sudah om dapatkan selama ini."


Aku juga kesulitan menebak karakter Serafin. Dia begitu lihai memainkan peran. Aku juga tidak tahu apakah pernyataan cinta yang diungkapkannya lalu adalah kesungguhan atau ada udang dibalik batu.  


Disaat seperti ini kami memang harus lebih berhati-hati. Apalagi Tante wenda menjadi lebih agresif akhir-akhir ini. Aku sampai tidak bisa keluar dengan bebas lagi. 


"Om akan memikirkan langkah kedepannya. Kamu jangan terlalu khawatir dan mengambil keputusan secara buru-buru. Apalagi kamu dan Serafin juga baru saling mengenal," kata om Rendi. 


Setelah selesai makan malam aku kembali  ke kamarku. Makan malam dengan keluarga hal yang baru untukku. Dulu almarhum papa lebih sering mengingatkan aku untuk pekerjaan. Sementara om Rendi selalu mewajibkan untuk makan malam bersama kalau dia tidak berada di luar kota. 


Keluarga ini jauh lebih hangat. Hanya saja kurang kehadiran seorang anak. Aku tau dari binar mata om Rendi saat melihatku di meja makan. Dia selalu bahagia dan tersenyum hanya saja masih canggung. 


Nanti sebagai hadiah aku akan memanggilnya papa. Panggilan itu  cocok untuknya yang memiliki perilaku hangat dan peduli keluarga. Hanya saja tuhan tidak menakdirkannya untuk memiliki seorang anak. 


Dari jendela kamarku muncul pesawat kertas yang secara perlahan mendekat dan mendarat di ranjangku. Aku melihat ke arah datangnya pesawat kertas. Rumah sebelah, tepatnya kamar Serafin. Lampu kamarnya masih menyala dan dia duduk di balkon dengan memegang gitar. 


Seperti dia hanya berniat memegang saja, tanpa berniat memainkan. Aku berdiri didepan pintu yang menguntungkan ke balkon dan tersenyum mengejek padanya. Dia menaikan sebelah alisnya dan melirik ke arah dadaku lalu menyeringai. 


Aku lalu kembali dan menutup pintu balkon. Saat kulihat pesawat kertas yang dilemparkan Serafin padaku. Ternyata didalamnya ada tulisan. 


Aku membuka lipatan pesawat kertas yang dibuatnya dengan hati-hati. Lalu membaca tulisan indah disana.


Aku benar-benar jatuh cinta padamu. Aku ini sebenarnya laki-laki baik, pengertian dan bisa menerima kamu apa adanya. Minusnya hanya sang*an doang. Jadi terimalah lamaranku 😊


Inilah tetangga yang selalu dibanggakan oleh mama. Haruskah aku memperlihatkan ini pada mama. Agar dia berhenti membanggakan laki-laki itu? 


Walaupun bagaimanapun dia mencurigakan kan?

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama