Cerpen kisah nyata Tumpahan Kopi Di Baju Batitaku

#cerpen

By.Tyarasani

***

Bagi Ibu rumah tangga dengan dua anak balita dan batita, pekerjaan di pagi hari itu sangat menyibukankku, apalagi anak keduaku baru usia delapan bulan. Dia baru belajar merambat, namun kalau dia merangkak sering membuatku kewalahan saat menjaganya. Nara namanya, cantik bukan?

Seperti biasa jika aku mencuci pakaian kotor, akan kutitipkan Nara pada Nenek, dia terlihat senang mengasuh cicitnya. Hanya saja satu hal yang tak kusukai dari nenek, saking sayangnya ia akan memberikan makanan apa saja pada Nara, seperti ice lilin, kerupuk, kue dan lain-lain.

Dilema sebenarnya, bisa saja aku menunggu Nara tertidur, tetapi nenekku yang akan mencuci semua cucianku, aku tak tega, dia sudah tua renta.

Kebetulan sebulan ini aku tinggal di rumah nenek, karena suamiku sedang tak bekerja, namun kami sedang membangun gubuk kecil, yang beberapa hari lagi siap di tempati. Ya, meskipun belum selesai seratus persen.

"Nara, kamu belum bobo?" sapaku.

Tak kulihat ada kantuk dari sorot matanya, padahal dia tadi terbangun hampir pukul empat subuh.

Kudekati Naraku dan memeluknya, tepat di baju bagian dadanya ada noda coklat. Aku pastikan dengan mendekatkan hidung ke dekat noda itu, menguarlah harum kopi yang kuseduh tadi pagi untuk nenekku. Ya, nenekku penyuka kopi, ngantuk dan pusing katanya kalau tidak ngopi sehari saja.

Perlahan kulepas baju Nara dan berniat menggantinya, rasanya ingin menangis saja saat itu. Kemarin-kemarin suamiku sudah mewanti-wanti untuk memantau makanan apa saja yang masuk ke mulut Nara, karena seminggu yang lalu Naraku kena diare, setiap buang air besar berlendir dan ada bercak darahnya.

"Nenek kasih kopi lagi pada Nara?" tanyaku hati-hati saat Nenek menghampiriku.

"Enggak! ketumpahan saja mungkin," elaknya.

Lantas dia pergi entah kemana, sebelumnya pernah sekali aku memergokinya saat menyendokkan kopi ke mulut Nara.

"Nek, jangan kasih kopi atau teh dulu ke Nara, kasian takut seperti kakaknya nanti!" ucapku.

"Cuma sesendokmah nggak pa-pa, biar kalau panas nggak kejang-kejang." Dia menjawabnya enteng.

"Sesendok juga kalau untuk anak usia delapan bulanmah banyak, Nek. Nanti kalau kenapa-napa bagaimana?" Aku mulai tersulut emosi.

Bagaimana tak emosi? Aku mengingat kejadian anak pertamaku, Hana. Entah usia dua bulan atau lebih, Nenek terus menyarankan memberi Hana kopi hitam. Karena saat itu aku minim ilmu, dengan bodohnya aku menuruti saran buruk itu.

Aku menyesal, saat Hana berusia 20 bulan tiba-tiba memuntahkan semua yang dia makan bahkan yang dia minum sekalipun, juga demam yang naik turun setiap malam. Meski sudah kuberikan obat pereda demam namun demamnya tetap naik turun, bahkan kadang menggigil kedinginan.

Pukul enam pagi, aku dan suamiku segera membawanya ke klinik terdekat, namun karena Hana demamnya mencapai 40°c, pihak klinik menyarankan langsung ke IGD rumah sakit saja.

Di IGD aku melihat perawat menusuk-nusuk tangan Hana dengan jarum berkali-kali karena sulit menemukan nadinya. Seandainya, aku bisa mengantikan rasa sakitnya sedikit saja pasti dia tak akan menjerit-jerit menahan sakit di tangan mungilnya.

Pukul dua siang, Hana baru mendapatkan kamar rawat inap, jika Hana menangis dia akan menarik-narik selang inpusnya hingga harus dibetulkan berkali-kali oleh perawat.

Keesokan paginya, Dokter yang menangani Hana datang membawa hasil lab dan hasil rontgen. Ya, ketika di IGD Hana di sarankan untuk melakukan rontgen karena demam Hana yang masih naik turun dan napas yang memburu meskipun sudah diberikan obat.

Hana dinyatakan tifus dan bronkhopneumonia ringan. Akhirnya, mau tak mau harus nginep di rumah sakit lima malam. Namun, alhamdulilah Allah memberi kesembuhan untuk Hana.

Dua minggu kemudian, Hana kembali muntah-muntah, aku sangat panik karena malamnya Hana demam. Aku kembali membawanya ke klinik, sedihnya lagi dari klinik diberikan obat lambung dan penurun demam.

Hingga kini berusia empat tahun, kalau telat makan atau sering makan mie instan Hana pasti muntah-muntah.

Aku tahu Nenek begitu menyayangi kedua putriku, meskipun sudah renta dia masih kuat menggendong Nara, dan Nara sangat dekat dengannya.

Rasanya ingin marah ketika mulut mungil Nara di jejali sembarang makanan olehnya. Namun, apa daya Nenek orangnya tipe cepat marah, bahkan jika sakit hati dia tak akan segan-segan untuk mengucapkan sumpah serapahnya tak kenal sama anak, cucu, atau orang lain sekalipun.

#Semoga di luaran sana tak ada yang mengalami kisah seperti Nara dan Hana, ya!

Tamat.

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama