Kado Terahir Jeny

 Cerpen_Inspirasi_Baper

Jeny, seorang gadis berusia dua belas tahun.

Awalnya dia adalah anak yang paling beruntung, lahir di tengah keluarga kaya raya dengan kasih sayang yang penuh dari kedua orang tuanya. Namun itulah hidup, tidak ada yang abadi di dunia ini. Suatu hari, Mira, Ibu dari gadis itu jatoh sakit. Dokter menyatakan  kalau Mira menderita kangker otak. Segala upaya sudah di lakukan, namun Mira semakin hari semakin lemah. Operasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil dan akhirnya Mira tidak kuat lagi dan pulang menghadap sang kholik.

Denis, ayah dari gadis ini. Ia nampak syok dengan kepergian istri tercintanya. Ia sudah tidak pernah lagi masuk kantor dan mengurus perusahaannya hingga suatu hari, perusahaan milik Denis jatoh bangkrut. Tidak cuma itu, semua aset miliknya pun ikut habis terjual, untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Karena sudah tidak punya apa-apa lagi, Denis akhirnya memutuskan untuk tinggal di desa, di rumah peninggalan orang tuanya.

Jeny memang anak yang baik dan sangat mengerti akan kondisi ayahnya, maka dari itu saat Denis mengajaknya pindah Jeny langsung mau dan setuju.

"Kamu tidak apa-apa, kan? Kalau kita pindah ke desa." Denis sebenarnya merasa tidak tega, melihat putrinya harus terpisah dari kawan-kawannya.

"Tidak ayah, Jen baik-baik aja, yang penting 

Selalu bersama, ayah." 

Kehidupan di desa tidaklah mudah bagi Denis juga Jeny, apalagi dengan kondisi ekonomi saat ini ditambah sudah tidak punya sanak sodara. Makin hari Denis makin terpuruk, dia menjadi gampang marah dan sering menyendiri. Untunglah, Jeny sangat mengerti kondisi ayahnya, walau terkadang dia menangis merindukan ibuknya. 

Suatu malam Jeny teringat kalau besok adalah hari ulang tahun ayahnya. 

"Besok Ayah ulang tahun, aku ingin sekali ngasih kado, biar ayah senang." Jeny bicara pada dirinya sendiri. Tiba-tiba dia teringat kalau dirinya masih menyimpan bungkus kado warna kuning mas, yang dulu ia beli bersama Ayah juga ibunya.

Jeny langsung memeriksa kotak yang terbuat dari kardus.

"Kalau gak salah, aku menyimpan bungkus kado ini dalam dus ini, deh," guman Jeny

Setelah ketemu, Jeni mencari sebuah kotak kecil yang bisa di bungkus dan dijadikan sebuah kado. 

Melihat Jeny seperti sibuk, Denis merasa penasaran, apa sebenarnya yang di lakukan putrinya malam-malam

"Jen, kamu sedang apa? Bukannya tidur, ini sudah malam," tanya Denis sambil memperhatikan Jeny.

Jeny tersentak kaget, tiba-tiba ayahnya muncul di balik gorden kamarnya.

"A ... anu Ayah, Jen lagi bungkus kado," jawab Jeny gugup

"Jeny! Buat siapa kado itu? Kenapa kamu menggunkan bungkus itu terlalu banyak? 

Itu kan mahal. Kita ini sudah miskin Jeny! Tidak usahlah kamu ikut-ikutan orang ngasih kado," ucap Denis dengan nada tinggi.

Mendengar perkataan ayahnya, Jeny nampak sangat sedih, air matanya langsung jatuh. 

"Maaf Ayah, setadinya, kado ini buat Ayah.

Besok adalah ulang tahun Ayah." Suara Jeny terbata-bata, akibat dada terasa sesak.

Mendengar perkataan putrinya, Denis terdiam. Entah apa yang ia pikirkan.

"Maaf, ayah tidak tau," ucap Denis sambil pergi ninggalin Jeny. 

Malam semalin larut, Jeny berusaha menahan kantuknya. Ia tidak ingin terlambat untuk mengucapkan kata selamat ulang tahun pada ayahnya. 

Ting ....

Jam sudah menunjukan pukul 12 malam

Jam yang di tunggu-tunggu oleh Jeny akhirnya tiba. Ia beringsut turun dari tempat tidur. Dengan kado ditangannya, Jeny berjalan menuju kamar ayahnya.

Happy birthday Ayah

Happy birthday Ayah

Happy birthday 

Happy birthday 

Happy birthday Ayah

"Selamat ulang tahun Ayah," ucap Jeny seraya meyodorkan bungkusan kado di tangannya. 

Denis yang memang belum tidur, segera menerima kado tersebut sambil tersenyum

ia mengucapkan terima kasih. Senyum seorang Ayah yang sangat dirindukan oleh Jeny, yang selama ini seakan hilang dari bibir ayahnya. 

"Terima kasih sayang, biasanya ibumu yang selalu melakukan ini, setiap ulang tahun Ayah." tutur Denis, matanya berkaca-kaca. Kerinduan kepada almarhumah istrinya kembali mengganggu pikirannya.

"Ayah buka, ya," sambung Denis sambil membuka kado pemberian Jeny

Setelah seluruh bungkus kado terbuka.

Wajah Denis sepontan memetah, sambil melempar kado ke muka Jeny, Denis menarik tangan Jeny ke luar dari kamarnya.

"Dasar anak ku****ng aj**r! Berani kamu mempermainkan ayahmu sendiri! Tidak tau sopan, kamu. Kenapa kamu ngasih Ayah bungkusan kosong, hah?!." 

Denis benar-benar emosi, karena kado yang Jeny berikan hanyalah sebuah kado kosong

"Tidak Ayah, maafin Jeny. Sumpah Ayah, Jen tidak ada maksud mempermainkan Ayah.

Kado itu tadi sudah Jen isi dengan ciuman dan juga kasih sayang Jen, sebelum Jen bungkus. Ayah jangan marah, ya. Mungkin saat ini, Ayah tidak bisa melihatnya, tapi nanti, kado ini yang akan selalu menemani Ayah." Jeny bersujud di kaki Denis, memohon ampun agar ayahnya tidak marah lagi.

Lagi-lagi Denis di kagetkan dengan ucapan putrinya. Ia sangat menyesal telah kasar pada Jeny.

"Jen, maafin ayah, Nak. Ayah sudah kasar sama kamu. Sebagai permintaan maaf, Ayah mau ngajak kamu jalan ke kota besok, kebetulan ayah masih punya sedikit tabungan." Denis menghibur Jeny yang sedang menangis sambil memeluk kaki Denis. 

Mendenga ucapan ayahnya, Jeny langsung bangun, sambil berkata ia menatap ayahnya penuh rasa bahagia. 

"Benarkah itu, Ayah? Ayah mau mengajak Jen ke kota?" tanya Jeny

" Iya sayang, sekarang kamu tidur, ya. Besok pagi-pagi kita berangkat," tutur ayahnya sambil mengusap air mata Jeny.

"Baiklah Ayah, terima kasih." 

Pagi-pagi sekali, Ayah dan Anak itu sudah pada bangun, setelah sholat subuh, Jeny langsung menghampiri ayahnya yang tengah sibuk membuat sarapan. Seperti mimpi bagi Jeny. Ayahnya sudah mau ke dapur dan bikin sarapan, biasanya Jeny yang setiap hari mengerjakan itu, sebelum berangkat ke sekolah. 

"Ayok sarapan, Nak. Sebentar lagi kita berangkat." Denis mengajak Jeny makan berdua. Selesai sarapan mereka langsung bersiap untuk pergi. 

Jarak dari desa ke kota, tidaklah begitu jauh.

Dengan menempuh waktu 60 menit dengan naik angkutan umum, mereka akan sampai di kota. Wajah Jeny nampak bahagia sekali,

Senyum manis menghiasi bibirnya disepanjang perjalanan.

Melihat tingkah putrinya, Denis benar-benar merasa bersalah. Ia sadar kalau selama ini terlalu sibuk dengan rasa sedihnya tanpa perduli perasaan putrinya, bahkan ia tidak tau, apa selama ini putrinya pernah sakit atau sedih.

'Jen, maafin ayah Nak. Mulai detik ini ayah janji, akan ayah kembalikan kehidupanmu yang dulu, tidak akan ayah biarkan kamu sedih lagi'  

Denis berjanji dalam hatinya, ia benar-benar sadar atas kesalahannya.

Di dalam angkutan umum terasa hening, semua penumpang seakan asik dengan dunia pikirannya masing-masing termasuk sopir yang sedang mengatur laju kendaraannya. Tanpa mereka sadari, sebuah mobil truk tengah melaju kencang dari arah yang berlawanan. Rupanya truk itu mengalami masalah, jalannya nampak oleng 

Semua kendaraan yang menyadari itu berusaha menghindarinya, tapi nahas angkutan yang di tumpangi Denis juga Jeny tidak menyadari itu dan "Darrr" 

Truk itu menghantam badan angkutan umum itu. Suara ledakan dan teriakan bercampur jadi satu, seketika cairan merah seperti mengalir membasahi badan jalan.

Orang-orang yang menyaksikan ikut panik

Tidak lama polisi dan ambulance sudah tiba di lokasi, orang-orang yang terkena musibah segara di angkut ke rumah sakit. Rupanya banyak korban yang tidak terselamatkan dalam musibah itu, karena hantaman yang sangat keras membuat angkutan umum itu ringsek.

Itulah kuasa Sang Pencipta. Denis bisa selamat dan kondisinya hanya luka ringan si bagian kaki juga kepala. Ia seakan ditakdirkan jadi saksi yang akan mengungkap tragedi itu kedepannya.

Sekitar pukul satu siang, Denis tersadar.

Ia sedikit mengernyit, mengingat apa yang terjadi. Setelah benar-benar sadar ia tersentak kaget, mengingat purtinyapun ada dalam angkuta yang sama. Ia segera turun dari tempat tidur dan mencari keberadaan putrinya.

'Jeny, tidak! Putriku harus selamat, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri, kalau sampai terjadi apa-apa pada Jeny' pikir Denis

"Pak polisi, dimana Anak saya, dimana dia?" tanya Denis panik.

"Sabar, Pak. Biar kami bantu mencari Putri Bapak, ya. Semoga putri Bapak selamat, karena cuma ada 5 orang yang selamat termasuk Bapak." Polisi yang lagi berjaga di rumah sakit mencoba menenangkan Denis.

Dengan bantuan polisi juga petugas rumah sakit, Denis mencari keberadaan putrinya.

Badannya mulai lemas, kakinya bergetar seolah tidak kuat menahan beban tubuhnya

Setelah memeriksa orang-orang yang selamat dan ternyata putrinya tidak ada.

Denis berusah kuat, ia akhirnya mencari di tempat dimana Jenazah korban itu di tempatkan. 

Satu persatu penutup Jenazah di buka

Ada beberapa yang sulit untuk dikenali wajahnya dan disaat Denis membuka salah satu penutup Jenazah. Tubuh Denis bergetar 

Penglihatannya mendadak kabur. Nyata dengan jelas, di hadapannya tubuh Jeny sudah terbujur kaku dengan darah yang masih membasahi kain putih yang menutup tubuhnya. 

"Tidak ...!"

Denis menjerit sambil memeluk tubuh Jeny 

"Jen bangun Nak, tolong jangan tinggalin ayah. Jeny bangun, ayah janji tidak kasar lagi, ayah juga janji bakal buat Jeny bahagia lagi. Tolong kasih ayah kesempatan Nak." 

Denis terus memeluk sambil menggoyang-goyang tubuh putrinya.

Polisi juga petugas rumah sakit, ikut meneteskan air mata. Mereka turut sedih dengan apa yang di alami Denis. 

"Pak, sabar, ikhlas. Putri bapa harus segera di urus. Kasihan dia kalau lama-lama dalam kondisi seperti ini. Kami akan segera mengantarkan Jenazahnya ke rumah Bapak dan sebaiknya Bapak pulang dan tunggu di rumah saja," tutur seorang petugas rumah sakit menyadarkan Denis. 

"Tidak! Putri saya tidak meninggal, dia cuma lagi lelah karena selama ini dia capek merawat saya. Kalian salah, Jeny ku masih hidup, dia tidak mati." 

Denis sepertinya belum bisa terima kenyataan itu, ia mendorong tubuh petugas rumah sakit itu. 

Akhirnya demi keamanan, tubuh Denis dipaksa keluar dari ruangan itu. Malang benar nasib Denis. Tidak ada seorangpun sanak famili yang menemaninya saat itu. 

Ia duduk bersimpuh di lantai yang tidak jauh dari ruangan Jenazah. Ia menangis tersedu seolah tidak percaya, kalau putrinya sudah tidak ada. Mengapa Jeny harus pergi disaat Denis mulai sadar.

Tiba-tiba lima orang laki-laki dan tiga orang wanita, berjalam menghampiri Denis.

"Pak Denis, kami turut berbela sungkawa atas musibah ini. Yuk, sebaiknya kita pulang untuk mempersiapkan pemakaman Nak Jeny. Kami faham dengan kesedihan Bapak," 

tutur seorang laki-laki yang tidak lain adalah ketua RT yang ditemani istri juga beberpa tetanggannya.

Tanpa menjawab, Denis  ikut pulang bersama ketua Rt itu. Setelah mengurus  kepulangan Jenazahnya Jeny, Pak Rt langsung pulang dan menuju rumah Denis. Nampak dihalaman rumahnya sudah banyak orang yang menunggu kedatangan Denis juga Jenazah Jeny. Kabar kecelakaan dan meninggalnya putri Denis satu-satunya langsung menyebar.

Dengan dibantu Pak RT juga warga lain, Denis mempersiapkan keperluan untuk menyambut Jenazah putrinya. Langit seperti mau runtuh, bumi terasa gelap. Denis tidak sanggup rasanya harus menerima kenyataan kalau putrinya sudah pergi untuk selamanya.

Denis pergi ke dapur untuk menghindari orang banyak. Sampai di dapur ia melihat piring-piring bekas sarapan tadi pagi, yang belum sempat Jeny bereskan. Terbayang lagi wajah ceria Jeny saat menyantap sarapan yang ia buat tadi pagi. Hati Denis semakin hancur, ia kembali meninggalkan dapur dan masuk kedalam kamar. Entahlah

Seakan semua sudut ruangan dipenuhi bayangan Jeny. Saat Denis masuk kamar ia melihat kado pemberian Jeny yang masih tergeletak dilantai setelah ia lempar semalem. Dengan tubuh lemas Denis merogoh kado itu dengan dengan tangan bergetar. Air mata tidak sanggup lagi ia bendung, dada terasa sesak. Denis memeluk bungkus kado kosong itu sambil sesekali menciumnya. 

"Jen, maafin ayah sayang. Jangan tinggalin ayah, ayah mohon. Kembalilah Nak. Sungguh ayah tidak sanggup kalau harus kehilangan kamu." Denis terus memanggil nama putrinya, semua prilakunya terhadap Jeny seketika menari-nari dalam bayangan Denis.

Ternyata tanpa di sadari begitu banyak 

Luka yang ia berikan pada putrinya, ia sangat tidak adil terhadap Jeny. Gadis sekecil itu sudah harus menerima beban seberat itu, padahal kalau dia mau mengeluh tentu Jeny lah yang seharusnya rapuh. Dia sudah kehilangan ibunya sekaligus kehilangan kasih sayang dan perhatian dari ayahnya.

Tedengar suara gaduh di depan rumah. Semua orang tengah menyambut kedatangan Jenazah Jeny. Denis berlari keluar dari kamar. Tubuh Jeny sudah terbungkus rapi terbujur kaku di tengah rumah. Lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dibacakan oleh para pelayat menambah ketir suasana hati Denis. Lunglai ia menghampiri tubuh putrinya yang sudah kaku. Dipeluknya erat-erat tubuh itu.

"Sayang, ayah sekarang sadar, Allah lebih sayang sama kamu dibanding ayah, pergilah Nak, ayah ikhlas. Tenanglah sayang, jangan lupa tunggu ayah dipintu sorga. Pergilah temui ibumu, tolong sampaikan maaf ayah sama ibumu. Ayah berdosa, ayah sudah lalai menjagamu. Pergilah sayang sampai ketemu nanti di sorga."  Denis masih memeluk tubuh Jeny, menciumi dan membelai kepalanya.

"Boboklah sayang, tidurlah dalam pelukan ayah untuk yang terakhir kalinya." Tidak seorangpun sanggup menyaksikan adegan itu. Semua orang ikut menangis ikut berbela sungkawa atas apa yang menimpa keluarga Denis. 

Selesai pemakaman Jeny, kini Denis tinggal sendiri. Kado terakhir dari putrinya selalu setia menemaninya. Setiap ia rindu Denis selalu membukanya dan menciumi kado itu.

Hadiah terindah tidak ternilai dari harga dan bentuk barang. Kado terindah adalah cinta dan kasih sayang yang tulus dari orang-orang yang tulus mencintai kita.

Janganlah selalu menilai sesuatu denga harga dan rupa. Karena semua itu tidaklah abadi. Jangan pernah meremehkan pemberian seseorang kerena dianggap tidak bernilai rupiah. Hargailah setiap usaha orang lain yang dengan tulus ingin membuat kita bahagia. 

Cerita ini adalah sebuah kisah nyata. 

Semoga bisa menjadi sebuah pelajaran buat kita semua. Agar tidak terlalu larut dalam suatu masalah dan melupakan yang semestinya.

TAMAT

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama