Cerpen "ISTRI 100 KILOGRAM"

PROV Ayu.


Brak!


Aku menutup pintu kamar dengan keras, pertanda jika hatiku juga sedang marah. Saat ini mungkin aku cuma bisa pasrah, menerima kenyataan jika cinta Mas Adam memang bukan lagi untukku. Aku kecewa dengan diriku sendiri, seharusnya aku jujur dan terbuka sejak lama. Lama aku menangis sendiri meratapi nasib yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Mungkin sekarang Mas Adam sudah berangkat kerja, tadi juga sempat aku mendengar dia berbicara di telepon. Pasti itu Claudia, mereka merencanakan akan makan malam. Dan aku, akan selalu hanya menjadi istri di atas kertas.


Puas menangis, aku beranjak dari tempat tidur. Sepertinya sekarang perutku memberi sinyal untuk segera diisi. Padahal baru sejam yang lalu aku sarapan, tapi sekarang aku sudah lapar lagi. Rencana ku hari ini aku akan melakukan diet karbohidrat, aku akan mengurangi sedikit asupan karbo yang membuat tubuhku melar tak terkendali. Tapi, sepertinya usahaku sia-sia. Karena sekarang saja tanpa sadar aku sudah menghabiskan nasi dengan soto kambing satu porsi.


Selalu begini, setiap habis makan nasi. Aku selalu ingin memakan snacks atau makanan ringan lainnya. Padahal perutku sudah kenyang, tapi mulutku tidak bisa berhenti mengunakan. Kembali aku membuka lemari khusus makanan ringan, aku selalu menyetok makanan takut jika tengah malam aku kelaparan. Aku tidak akan bisa tidur malam jika perutku kosong, entahlah, sepertinya dietku hari ini gagal. Akan aku coba lagi besok hari, aku akan makan sepuasnya hari ini, agar besok aku bisa diet dengan lancar.


Setelah menghabiskan semua makanan yang ada di hadapanku, aku segera membersihkan semuanya. Takutnya Mas Adam kembali menertawakan aku, karena tadi aku sudah bilang padanya untuk diet.


Aku kembali memasuki kamar kami berdua, aku menatap nanar ranjang kami yang dingin, sudah hampir sebulan kami menikah. Tapi kami tidak pernah tidur seranjang, Mas Adam selalu memilih tidur di sofa. Dia juga tidak pernah mengajakku untuk sekedar bercerita jika dirumah, dia akan selalu sibuk dengan ponselnya.


Toska terasa air mataku jatuh, aku menangis dalam diam. Hatiku terasa perih menerima kenyataan pahit yang aku alami sekarang. Aku duduk di lantai dan dengan cepat tanganku menarik satu kotak yang sengaja aku simpan di bawah tempat tidur.


Aku membuka kotak yang berwarna ungu itu dengan air mata yang terus mengalir. Ini adalah kotak kenanganku dengan Mas Adam, kotak ini akan menjadi bukti jika cinta Mas Adam yang sebenarnya hanyalah untukku, bukan untuk wanita pengkhianat itu.


Selembar foto yang tertempel di dalam kotak kenangan, fotoku dengan Sarah Claudia. Disana tertulis Februari, 2014 yang artinya foto ini dicetak sekitar 7 tahun yang lalu. Disini kami saling berpelukan dan tersenyum bahagia melihat ke kamera. Ini adalah momen dimana aku dan Claudia baru saja lulus di universitas, meski kami beda jurusan tapi kami selalu bersama setiap saat. Aku akan menunggunya selesai jam mata kuliah, begitu juga sebaliknya. Dia akan menungguku menyelesaikan jam mata kuliahku.


Aku mengambil jurusan yang sama dengan Mas Adam, karena aku ingin selalu dekat dengan dia. Claudia juga menyarankan agar aku berkenalan dan menyatakan perasaanku pada Mas Adam. Tapi aku belum siap untuk itu, aku memilih mencintainya dalam diam. Aku selalu menonton ketika Mas Adam mengikuti turnamen futsal yang diadakan oleh pihak kampus. Aku juga masuk organisasi yang sama dengan Mas Adam, tapi sayang sepertinya Mas Adam sama sekali tidak melirik kearahku.


Karena sikapnya yang dingin itulah, aku takut untuk mengungkapkan semua perasaanku. Aku juga mendengar gosip jika Mas Adam menolak semua cewek yang suka padanya. Jadi aku memutuskan untuk menjadi penggemar rahasianya saja, dengan cara berkenalan dengannya melalui sosial media. Aku tahu Mas Adam aktif di salah satu aplikasi tempat kita sering mengunggah foto dan video.


Saat ini aku juga sering mengiriminya pesan melalui akun biru, pertamanya dia tidak membalas pesanku. Tapi setelah aku berusaha untuk mengirimkannya pesan hampir setiap hari. Akhirnya dia mau membalas pesan-pesan dariku. Dan sampai hari ini, aku sering berbalas pesan dengan Adam, tentu saja aku menggunakan nama samaran. Karena aku belum siap jika nanti Adam menolak cintaku.


Ternyata di dunia maya, Mas Adam tidak sedingin di dunia nyata. Dia sangat ramah padaku, kami juga sering bertukar cerita tentang keseharian yang kami lewati. Dan sampai suatu hari, Mas Adam mengajakku untuk bertemu. Karena katanya dia sudah nyaman denganku, dia juga ingin mengenalku secara langsung.


[Kamu bisa kan? Aku tunggu. Jangan lupa makan ya, juga dandan yang cantik untukku]


Satu pesan dari Mas Adam, aku tersenyum sendiri melihat isi pesan yang dia kirimkan untukku.


"Kamu kenapa sih, dari tadi senyum-senyum sendiri," tanya Claudia penasaran.


"Nih," aku menyodorkan ponselku pada Claudia. Agar dia bisa membaca sendiri pesan dari Mas Adam untukku. Wajah Claudia terlihat biasa saja, seolah dia tidak suka jika aku akan segera bertemu dengan Adam.


"Aku kan udah ngingetin kamu, Yu. Jangan dekat-dekat sama Adam. Dia itu palyboy, semua cewek juga dia gituin," ucap Claudia mengingatkan aku.


"Tapi dia nggak gitu, buktinya aku nggak pernah lihat dia jalan sama cewek. Atau dia duduk di kantin untuk sekedar makan bareng," pungkasku kesal. Claudia selalu melarang aku dekat dengan Adam, bahkan semenjak kami masih sekolah.


"Terserah kamu deh, Ayu. Aku cuma ingetin kamu aja, terus kapan rencananya kalian bakalan ketemuan?" Akhirnya Claudia mengalah juga, dia memang sahabat yang baik. Dia akan menerima keputusanku dan mendukung semua keinginanku.


"Nanti sore, di taman kota. Katanya dia akan nunggu disana sampai aku datang, karena sebenarnya dia udah sering ngajak jumpa. Tapi aku nggak mau, karena aku merasa minder," keluhku lesu.


"Oh."


"Kamu temenin aku ya," ucapku sambil mengedipkan mata pada Claudia.


"Idih, malas. Enak aja aku di ajak cuma buat obat nyamuk kalian," tolak Claudia cepat. Aku hanya terkekeh mendengar alasannya.


"Kamu mau makan apa, biar aku pesan. Aku mau makan bakso soalnya," tanya Claudia padaku. Saat ini kami sedang duduk di kantin kampus, tapi dari tadi kami tidak memesan makanan apapun. Karena kami asik bercerita tentang Adam, akhirnya Claudia bangun memesan makanan untuk kami berdua.


"Aku pesen nasi aja deh, soalnya aku belum makan nasi dari tadi," jawabku cepat.


"Nggak seru kamu makan nasi terus, aku pesenin bakso aja ya."


"Jangan deh, nanti maaf aku kambuh. Yang ada aku batal ketemuan sama Adam kalau aku sakit."


"Udah, kamu tenang aja. Makan bakso sekali nggak akan buat kamu sakit," ucap Claudia lalu langsung berlalu pergi. Aku hanya bisa menghela nafas, betul mungkin kata Claudia, makan bakso sekali-sekali nggak akan buat maagku kambuh.


*

"Kok perutku jadi sakit gini ya, duh," ringisku pada Claudia saat kami sudah di parkiran. Rencananya aku akan pulang cepat karena nanti sore akan bertemu dengan Adam. Aku harus bersiap-siap agar Adam tidak terlalu lama menunggu.


"Kamu kenapa, Ayu. Penyakit Maag kamu kambuh lagi?" tanya Claudia khawatir. Dia memapah tubuhku yang mulai mengeluarkan keringat dingin.


"Tadi harusnya kamu nggak ajak makan bakso," ucapku saat kami sudah duduk di kursi.


"Maaf, Yu. Aku pikir kamu nggak akan sakit gini," ucap Claudia.


"Ya Allah, sakit banget," ratapku sambil memegang perut yang terasa sangat sakit dan perih.


"Tadi itu baksonya pedes, dan aku juga lupa belum makan nasi."


"Bentar, aku panggilin supir kamu dulu," ucap Claudia beranjak memanggil Pak Mus–supirku.


Claudia sedikit berlari menjumpai Pak Mus yang menunggu di mobil. Seandainya tadi aku tidak mendengarkan omongan Claudia, mungkin aku tidak akan sakit begini.


*

[Sepertinya aku nggak bisa datang] 


Aku mengirimkan satu pesan pada Adam, mengatakan jika aku tidak bisa menemuinya hari ini. Setelah pulang tadi, aku langsung minum obat yang membuatku tertidur pulas. Bahkan sekarang, jam sudah menunjukkan pukul tiga, seharusnya kami sekarang sudah bertemu.


[Kenapa? Aku sudah di taman] 


Balas Adam. Aku tahu, tidak mungkin aku membatalkan janjiku pada Adam. Karena dia pasti akan marah dan kecewa. Selama kami berhubungan melalui dunia Maya, dia sering mengajakku untuk bertemu. Tapi aku menolak dengan mengatakan jika aku belum siap. Dan sekarang, ketika aku sudah siap malah aku mengingkari janji.


Lalu aku bangun, dan bersiap untuk ke taman. Aku hanya memakai makeup tipis agar aku tidak terlambat menemui Adam. Untung saja Papa dan Mama belum pulang, jika tidak aku akan dimarahi kalau keluar dalam keadaan sakit begini.


"Pak Mus, anterin aku ya. Ke taman kota, cepetan."


"Bukannya non lagi sakit? Kok malah pergi-pergi?" tanya Pak Mus yang melihatku berjalan kearahnya.


"Urgent ini, Pak Mus. Jangan bilang-bilang sama Mama ya," ucapku saat sudah sampai di depan mobil yang terparkir di halaman depan.


"Cepetan, Pak Mus."


"Eh, iya iya Non."


Padahal perjalanan menuju ke taman kota itu hanya dua puluh menit, tapi rasanya seperti satu jam. Berkali-kali aku menyuruh agar Pak Mus untuk ngebut, tapi tetap saja perasaanku mobil berjalan dengan lambat.


"Bapak nunggu disini aja," ucapku pada Pak Mus setelah kami sudah sampai di taman kota.


"Iya, Non."


Disini banyak sekali pengunjung, mungkin karena sudah sore. Jadi orang bisa bersantai dengan keluar atau teman. Aku melirik jam di pergelangan tangan, sudah jam 15.40. Pasti Adam marah dan dia sudah pulang. Aku mencoba mengambil ponsel untuk menghubunginya, tapi sialnya ponselku sepertinya ketinggalan di rumah. Ini mungkin aku terlalu buru-buru kesini. 


Aku memutuskan untuk berkeliling mencari keberadaannya Adam. Aku yakin dia pasti akan menungguku, karena semenjak kami berhubungan melalui media sosial, dia pernah bilang nyaman denganku. Semoga saja memang Adam belum pulang, karena aku bertekad setelah bertemu dengan dia hari ini. Aku akan mengatakan perasaanku yang sesungguhnya pada dia.


"Aku masih nggak nyangka kalau ternyata lady rose itu kamu."


Deg!


'Lady rose?' batinku.

Karena nama Lady rose adalah nama samaran ketika aku berkenalan dengan Adam. Dan suara yang terdengar barusan adalah suara Adam, aku segera mencari keberadaan Adam. Karena aku yakin dia ada di bangku di sebelah pohon rindang ini. Tapi dengan siapa dia berbicara?


Dengan cepat aku mencoba mengitari tanaman yang melingkar ini, aku harus mencari tahu siapa yang mengaku-ngaku menjadi Lady rose.


Langkahku terhenti ketika jarakku dan jarak mereka tinggal 10 meter lagi. Disana Claudia, sahabatku yang sedang duduk berduaan dengan Adam. Kenapa?


Tok Tok Tok


"Non, permisi ada tamu." Terdengar suara Mang Maman dari luar yang mengejutkan aku tentang kenangan masa lalu yang pahit.


Aku segera menghapus air mata yang tersisa di pipi, lalu menyimpan semua kenangan ini kembali di bawah tempat tidur.


"Siapa, Mang?" tanyaku ketika pintu kamar sudah terbuka.


"Katanya temennya, Non."


"Oh, yaudah suruh masuk aja. Sekalian suruh nunggu ya, aku buatkan minum dulu."


"Siap, Non."


Kemudian aku langsung menuju ke dapur untuk membuatkan minuman untuk tamu tersebut. Setelah selesai, aku membawa nampan yang berisi dua gelas minuman.


Saat sampai di ruang tamu, aku terkejut dengan sosok yang menjadi tamuku hari ini. Sarah Claudia, wanita pecundang yang mengkhianatiku 7 tahun yang lalu.

BAWANG KAMPONG

Assalamu'alaikum? Nama saya adalah Muhammad Nasir, umur 30 dan saya kelahiran kota langsa, aceh

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama